Penghuni Terakhir & Refleksi Diri


"Jika kita bisa merebut simpati orang, maka kita bisa rubah cara orang itu berpikir."
Annis Matta, Cendekiawan Muslim & Sekjen PK Sejahtera
-
Akhir-akhir ini gue lagi ngikutin perkembangan acara "Penghuni Terakhir" di Anteve. Acara yang tayang setiap Senin-Sabtu jam 10 malam ini adalah sebuah Reality Show tentang 14 orang yang dikurung selama 100 hari di sebuah rumah mewah seharga 1 M. Setiap hari Minggu jam 8 malam akan ada peserta yang ter-ekstradisi (tereliminasi) hingga akhirnya penghuni terakhir akan berhak mendapatkan rumah tersebut. Ini adalah acara tentang intrik, strategi, kerja sama, persekongkolan, dan manipulasi.14 peserta yang dipilih adalah berdasarkan keunikan karakter mereka.
-
Sepintas acara ini memang mirip Survivor, yang baru mungkin ialah Polling SMS. Yang menarik dari acara tersebut ialah kita bisa belajar beberapa pelajaran berharga mengenai kehidupan. Gue melihat baru-baru ini bagaimana untuk dibenci tidaklah susah, tapi untuk disukai tidaklah gampang. Satu hal kecil saja bisa membuat orang lain berubah pikir tentang kita. Contohnya saja ketika salah satu penghuni memalingkan mukanya, dia sudah menaruh dendam di hati orang lain. Dengan sebuah ucapan yang kita anggap enteng,kita bisa jadi telah menyakiti hati orang lain tanpa kita sadari. Ini membuat apa yang sering dikatakan orang menjadi betul, bahwa dalam hubungan sosial, it is attitude that matters. Sikap perilaku yang kita tunjukan ke orang lain yang paling penting.
-
Ketika kita memiliki kuasa atas orang lain (kita menjadi pempinan/bos/ketua) itu tidaklah berarti kita bisa mengatur orang lain sekehendak hati kita. Memang orang lain karena segan atau takut akan menuruti kita, tapi itu tidak akan membuat orang lain respek sama kita. Jadi, dalam hubungan sosial, uang bukanlah segalanya, tapi attitude kita yang paling penting.
-
Gue ingat selama pengalaman kerja gue, gue respek dengan orang-orang tertentu karena mereka terlebih dahulu respek sama gue, meskipun mereka pimpinan/senior gue. Sikap respek dan kagum gue timbul dengan sendirinya terhadap mereka. Berbeda dengan orang-orang yang menganggap dan memperlakukan gue sebagai junior yang gak tahu apa-apa. Orang-orang seperti ini memang kita hormati sebagai pemimpin, tapi kita tidak menaruk respek terhadap mereka.
-
Mengingat ini gue jadi berpikir tentang diri gue sendiri. Sudahkah gue mempedulikan oarng lain. Gue malu untuk mengaku kalo gue sendiri kadang menganggap remeh orang lain. Jika kita ingin menjadi orang yang disukai lingkungan sosial kita, kita harus menghargai dan menaruh respek pada semua orang, meski orang tersebut lebih rendah posisinya dari kita. Ketika kita tahu seseorang itu lemah, itu bukanlah kesempatan kita untuk menyombongkan diri atas kelebihan kita, tapi itu adalah kesempatan kita untuk menebar pesona.
-
Orang sombong dimanapun tak akan disukai. Gue sendiri jujur terkadang menyombongkan diri tanpa gue sadar. Hal ini sudah seperti gerakan refleks ketika gue terancam. Gue butuh penerimaan orang lain dan juga pengakuannya. Agar diakui, gue sering kali menyebutkan prestasi-prestasiatau kelebihan-kelebihan gue agar orang lain tidak meremahkan gue. Gara-gara hal ini gue juga telah terlibat konflik dengan beberapa orang. Dan semakin banyaknya konflik membuat gue sadar kalau gue telah lupa menginjak rem pengendalian diri. Cara yang terbaik untuk diterima dan diakui ialah lewah merendahkan diri. Jika kita rendah hati, orang lain akan menaruh respek dengan kita. Tapi jika kita menyombongkan diri, itu sama saja dengan kita mengusir satu orang pengemar kita untuk pergi.
-
Ini adalah perenungan gue. Gue dalam proses untuk berubah. Gue harap ini bisa bermanfaat buat you guys.

Comments