Mengapa Becak Harus Kembali Ke Jakarta



Melihat iklan layanan masyarakat di atas yang dibuat oleh Pemda DKI Jakarta lebih dari satu dasawarsa yang lalu akan menjelaskan mengapa keputusan yang dibuat pada masa itu adalah kesalahan. Tanya saja kepada para abang becak yang harus merelakan menukarkan alat mencari nafkah mereka untuk ditukar dengan bantuan yang sifatnya hanya sementara dan bukan jangka panjang. Ibukota memang kejam karena para pemimpinnya juga kejam dan bengis serta gemar menerapkan gaya kepemimpinan militeristik dalam mengatur masyarakat. Yang dikejar Solusi yang ditawarkan cuma membereskan para pengganggu, bukannya membuat para pengganggu tersebut beroleh kesempatan untuk memperbaharui hidup mereka dengan harapan yang baru. Kalaupun ada yang berubah nasibnya, maka nasibnya Tukul Arwana, sang bintang iklan yang berubah. Tapi yang lain? Tinggal menunggu waktu sebelum rumah atau usahanya digusur oleh Satpol PP.

Berdasarkan informasi dari sejarahwan Susan Abeyaskere dalam buku sejarah Jakarta yang ditulisnya, pada tahun 1970 terdapat 92.650 becak yang terdaftar di Jakarta. Jumlah total jika digabung dengan yang tidak terdaftar diperkirakan mencapai 150 ribu. Jika setiap becak ditarik oleh 2 orang dalam sehari, maka becak juga menjadi lapangan pekerjaan untuk 300 ribu orang, yang artinya membantu 900 ribu warga lain sebagai anggota keluarga mereka. Jadi diperkirakan sebanyak 1,2 juta orang bergantung pencahariannya dari becak pada sekitar tahun 70-an saja. Lagi menurut sejarahwan-blogger, Abah Alwi Shahab, para penarik becak ibukota pada waktu itu adalah masyarakat pedesaan yang ingin mengadu nasib di ibukota.

Kemarin saya sempat membaca sebuah surat kabar dimana Wardah Hafidz, koordinator dari Urban Poor Consortium mengungkapkan bahwa becak sebaiknya kembali diizinkan beroperasi di Jakarta karena akan memecahkan beberapa persoalan mendasar ibukota, seperti pengangguran dan juga polusi tentunya. Seperti yang kita semua ketahui, becak memang dilarang beredar di Jakarta semenjak era Bang Yos yang ingin me-modern-kan Jakarta sebagai kota metropolitan kelas tinggi. Oleh karena itu, becak sebagai simbol wong cilik harus disingkirkan dan jalanan harus diisi dengan mobil-mobil mewah yang menunjukkan Indonesia sebagai negara makmur. Mungkin Sutiyoso ingin Jakarta seperti Singapore atau Kuala Lumpur, namun Jakarta juga adalah sebuah kota dengan segala kontras. Yang kaya ingin show-off akan kemakmuran mereka, sementara kalangan miskin hidup di pinggiran kota dalam upaya bertahan hidup hari demi hari. Gedung-gedung bangunan memang menjulang tinggi, namun wajah kemiskinan kota di daerah kumuh ibukota juga adalah pemandangan yang tidak dapat terelakan.

Di satu sisi, saya juga punya keinginan agar Jakarta bisa menjadi kota berkelas seperti Kuala Lumpur dan Singapore, namun di sisi lain cara penyampaian tujuan itu salah. Bukan fisik bangunan yang harus diperbaiki, namun kualitas penduduk yang harus diberdayakan. Dengan aksi penggusuran sana-sini, manusia diperlakukan layaknya binatang, tidak heran pada akhirnya mereka membuat reaksi seperti binatang pula dengan mengadakan amuk massa. Bukannya mencari cara supaya para penduduk miskin mendapat penghidupan yang lebih layak dengan membangunkan mereka tempat tinggal yang layak, menggratiskan layanan kesehatan dan pendidikan bagi mereka, serta mencarikan mereka mata pencaharian yang baik, sepertinya pemerintah ibukota masa Bang Yos dan sekarang Foke cuma mengerti satu hal: Untuk mengatur orang caranya ialah tindas atau usir mereka.

Akhirnya kita punya ibukota Jakarta sebagai kota segala kontras. Para pejabat cuma memikirkan diri mereka sendiri sehingga mismanagement terus terjadi hingga sekarang. Untuk menjadikan Jakarta sebagai kota berkelas, sebenarnya cukup 2 hal yang perlu diperhatikan: pertama keamanan dan kedua kebersihan. Jika Jakarta masih tidak aman dan jorok seperti sekarang, maka bagaimana pun wajah hipokrit para pejabat kita yang mengatakan pembangunan berjalan dengan baik akan ketara belangnya juga dengan tingginya angka kemiskinan dan kejahatan.

Untuk membuat Jakarta jadi aman, maka diperlukan pemberdayaan masyarakat. Si A bisa menjadi preman dan kemudian menjadi pelaku tindak kriminal kemungkinan besar disebabkan tidak adanya lapangan pekerjaan lain yang lebih berbudaya baginya. Itu sebabnya, dengan pendapatan daerah Jakarta yang besar itu seharusnya para pembuat kebijakan yang benar-benar pro-rakyat akan lebih dahulu memikirkan bagaimana menyejahterakan rakyatnya yang minus, bukannya memikirkan soal investasi melulu karena bukan rahasia lagi jika semakin banyak proyek maka semakin banyak yang bisa dikorupsi.

Jika saya adalah gubernur Jakarta maka program yang utama ialah bagaimana membuat Jakarta menjadi aman, bersih, dan sehat. Pemda diharuskan membangun rumah susun layak tinggal yang akan diberikan gratis lengkap dengan fasilitas gratis listrik dan air minum serta gratis biaya pengobatan dan pendidikan anak-anak usia sekolah bagi keluarga-keluarga miskin yang mau ikut program pemerintah daerah . Program pemberdayaan yang akan dilakukan ialah antara lain memberikan pelatihan industri rumah tangga yang dikoordinir langsung oleh pemda tanpa mengambil keuntungan. Becak kembali dioperasikan di ibukota dan mengupayakan para warga miskin bisa menjadi pengemudi becak. Bajaj dan sejenisnya akan dilarang beredar karena selain menimbulkan polusi, kendaraan ini juga bising. Para pengemudi bajaj akan dialihkan menjadi pengemudi becak. Becak yang digunakan adalah becak milik negara yang dipinjamkan kepada warga miskin yang mau diberdayakan. Tentu saja becaknya harus yang bagus seperti velotaxi untuk mempercantik ibukota. Sekedar informasi, velotaxi kini sudah mulai mewabah di negara-negara Eropa.



Jika becak modern yang disebut dengan nama velotaxi kini mewabah di kota-kota besar dunia ditengah kesadaran masyarakat dunia akan kebutuhan kendaraan tanpa bahan bakar, mengapa kita juga tidak menerapkan kebijakan yang sama? Jika Jakarta dihiasi dengan velotaxi, maka kota ini akan semakin indah dan tidak semrawut seperti selama ini asal dibuat peraturan yang tegas. Becak Velotaxi adalah kendaraan ramah lingkungan yang juga bisa dijadikan ladang usaha pemasangan iklan, serta bisa memberikan pencaharian bagi banyak pengangguran di Jakarta. Jika Jakarta bebas polusi dan bebas pengangguran, bukankah itu dambaan kita semua?

Selain itu untuk memasyrakatkan Jakarta bebas polusi, maka uji seleksi emisi kendaraan diperketat dan jika perlu suplai BBM untuk kendaraan pribadi dibatasi. Kendaraan bermotor, selain angkutan umum yang bersih dan ramah lingkungan, cuma boleh digunakan pada pukul 8 pagi hingga 5 sore, sesudah itu diwajibkan menggunakan kendaraan non-motor, seperti becak atau sepeda.

Semua ini agar para warga ibukota beralih menggunakan kendaraan ramah lingkungan yang juga menyehatkan warga seperti becak dan sepeda. Pemerintah harus membangun jalur khusus sepeda karena sangat diperlukan untuk mengajak masyarakat kembali bersepeda. Masak mau kalah dengan pemerintah kolonial Belanda pada zaman dahulu (baca di sini). Bayangkan kalau mayoritas warga Jakarta mengganti mobil mereka dengan becak pribadi dan sepeda motor mereka dengan sepeda gunung. Selain warga lebih sehat (karena berolahraga) dan makmur (karena tidak perlu mengeluarkan uang untuk membeli BBM dan pemerintah bisa mencabut subsidi BBM dan mengalihkannya kepada sektor pendidikan dan kesehatan), Jakarta juga akan bebas polusi dan kasta sosial.

Khusus masalah kebersihan, perlu sekali dibuatkan peraturan yang tegas mengenai larangan menyampah. Warga yang menyampah akan dikenakan denda 50 ribu Rupiah per sampah atau di penjara selama 24 jam. Jika peraturan ini dijalankan, niscaya warga kota juga akan melatih dirinya untuk disiplin membuang sampah pada tempatnya. Pendidikan ramah lingkungan juga harus diberikan kepada semua warga sebagai mata pelajaran wajib di sekolah.

Niscaya kalau masalah kemiskinan bisa diatasi, maka Jakarta akan semakin aman dan bersih. Sebenarnya tidak sulit memecahkan masalah kompleks yang melanda Jakarta selama ini kalau aja pimpinan daerahnya mau memikirkan solusi buat kesejahteraan rakyat dan tidak hanya mendengarkan suara para kaum kapitalis yang tentunya hanya ingin tujuan-tujuan mereka tercapai.

Jika tertarik lebih lanjut, silahkan baca paparan Urban Poor Consortium berikut ini mengenai: Konsep Pengorganisasian Becak
Tulisan ini dibuat untuk Harian Online Kabar Indonesia dan juga telah dimuat di situs berpolitik.com. Tulisan ini juga saya edit untuk disertakan untuk mengikuti grand final British Council Blog Competition.

Comments

Anonymous said…
becak bermotor aja...
Anonymous said…
Jed, becaknya emang keren banget. Klo emang sampai suatu hari Jakarta bisa mengoperasikan becak-becak kaya gitu..wow, bakalan kliatan berkelas banget ya. hehe.
tapi kayaknya klo diliat dari konsidinya, agak agak sulit deh.
Well, kita liat aja. Ide bagus banget jed.
Lexcorp said…
Klo becak bisa bikin macet lagi, karena lambat. Klo becaknya kyk di gambar itu sih bagus bgt. Mendingan angkutan umum dibagusin beserta pendukungnya. Jadi penumpang aman dan nyaman. Tujuannya ngurangin yang naek kendaraan pribadi.
Jed Revolutia said…
@ koko : Becak bermotor berpotensi menimbulkan polusi dan selain itu menggunakan BBM. Sebagai sumber daya alam yang tidak terbarukan, BBM sebaiknya dihindari untuk menghemat cadangan minyak dunia. Lagian memakai BBM cuma menambah beban subsidi yang ditanggung negara saja. So, better pakai becak velotaxi supaya Jakarta bebas polusi, ada lapangan pekerjaan baru, dan kita juga sehat.

@ nie: Agak sulit kalo emang gak ada niat. Where there is a will, there is a way.

@ npi: Macet itu karena banyaknya kendaraan ukuran besar yang isinya cuma 1 orang. Lagian becak kan angkutan umum. Kalo mao kendaraan pribadi, better naik sepeda ajah.

To all, ayo vote buat tulisan ini di http://lintasberita.com/Lokal/Mengapa_Becak_Harus_Kembali_Ke_Jakarta/ dan di http://megapolitan.infogue.com/mengapa_becak_harus_kembali_ke_jakarta
Anonymous said…
SETUJU !!!
bisa mengurangi pengangguran dan polusi...sekali mendayung 2 pulau terlampaui...
lagian udah kangen naik becak :-)
Johanamay said…
Artikel yang cukup menarik jed...
Tapi, kya na pasti akan memakan waktu lama, kalau pun jadi disosialisasikan keberadaannya si becak ini.

Banyak pihak yang bakalan terkait, dan ini juga pasti akan menyangkut kenyamanan, kemungkinan, waktu dllnya.

Kalaupun jadi,pasti seru yach...dan lebih ok lagi, klo becaknya ndak pake asap jadi lebih ramah lingkungan.

Keep On Good Write bro
Cheers
-jojo-
Anonymous said…
well... di kotaku masih banyak becak. dan kadang2 repot juga sama becak. biasa mereka jalan agak ke tengah, lambat, menyebabkan kendaraan di belakang jadi antre. lagipula rasanya sulit mereka menyaingi harga kendaraan umum lainnya yang lebih cepat.
dwiAgus said…
mesti ada jalur khuus becak dong?

*gua kok lebih suka tampilan blog lu yang lama ya,.... tapi lu rajin banget post,.. salut. huehehehhe*

lu warga negara mana sih,... nyepeda yuk, wherever you are,....
:-P
dwiAgus said…
eh,maksud gua warga manah sih luh,..kalau warga negara pasti WNI dong ya,. huehehehhe
nyepeda dong ke kantor yuk
*ngeracunin...hehehee*
Unknown said…
wah kalo dijakarta udah ada becak kayak gini kemana2 naek becak aja dech gw
Jed Revolutia said…
@ anonymous: Iya, semoga becak model velotaxi dah mulai masuk Indonesia. Di Eropa, kendaraan ini dipromosikan sebagai kendaraan yang ramah lingkungan.

@ yoan: kalo pakai asap, bukan becak namanya.

@ califragi: makanya perlu dibuat jalur khusus becak atau jalan2 tertentu hanya bisa dilalui oleh becak dan sepeda ontel.

@ dwiagus: nyepeda ke kantor? kenapa tidak...sayang kita beda jurusan (dan beda kota juga).

Tulisan ini diposting juga di http://www.berpolitik.com/viewnewspost.pl?nid=15217&param=zh6AX8gmoUaJvvwP7HWJ
Anonymous said…
wawwwwwww.. sungguh becak yan aneh

xixixixixixi...




*kaboooooooorrrrrr*
Anonymous said…
waaa..keren becaknya..hehe..kalo disini becaknya gitu berapa duit yaa :)
kalo becak kembali dijakarta kok susah ya.. mending benerin tu transportasinya..
Antown said…
masak sih? beneran? trus tarifnya berapa? lebih mahal dari ojek nggak? hihiih....

sebenarnya motor becak masih ada di tengah kota. pernah liat gak? tapi mbil becak itu nggak keluar. dia ada di tengah kampung-di pusat kota.

kalo becak sendiri saya pernah liat di daerah ciputat. beneran ada. Tapi kalo membayangkan becak akan campur jadi satu di tengah kota, ya ampyuun.... makin semrawut pastinya. apalagi orang2 yang belum sadar arti kedisiplinan.

btw, blognya bagus. tulisannya bagus juga. Mau ikut kontes komen di blog saya? silakan mampir. Gratis...tis...tis
salam kenal
Jed Revolutia said…
@ elmo, tha, antown : Tarifnya ya standar becak biasa aja lah, kalo perlu pakai argo juga, dihitung per jarak. Makanya becaknya mestinya disediakan pemerintah, supaya jangan udah miskin, disuruh kredit lagi.
Anonymous said…
sebenrnya becak sih gak masalah ada dijakarta or nggaknya, yang penting kan ketertibannya musti diperbaiki...
secara... becak itu non polusi.. ya kan??
Anonymous said…
masalahnya kadang si becaknya yang gak bisa jg di atur, rada serba salah juga kalau becak2 masih bertebaran.. harusnya siyh becak di lenyapkan tp mereka di alokasikan kemana gitu instead of di ganti dgn kompensasi yg cepet atau lambat bakal abis..
Murni Rosa said…
Keputusan penghapusan becak dulu menurut saya terlalu berlebihan hanya gara2 mimpi pengen berkelas. Saya malah lebih setuju pembatasan jumlah mobil. Mungkin ngga semodern yg diimpi-impikan, tapi kalau diatur (mengingat alasan mereka sampai dihapus) justru keberadaannya berarti buat banyak orang.

Tapi itu semua sudah berlalu. Kalau becak balik lagi dan sementara jumlah kendaraan bermotor dibatasi (ya diatur, kek, mana yg pemborosan mana yg perlu demi penghematan dan pengurangan polusi), kan kita semua yang menikmati hasilnya.

Well, saya si setuju aja dengan velotaxi, mengingat kelebihannya itu. Tapi kalau becak masih bisa dikembalikan, (dengan tetap memperhatikan jumlah seluruh kendaraan yang beredar mengingat kepadatan jalan, biar ngga semrawut) kenapa ngga? Soalnya saya demenn banget sama jakarta "tempo doeloe" yang berkesan "kuno" tapi tentu bakal keren dan nyaman banget kalau teratur. hehehe...
Fida Abbott said…
Halo Jed,

Ulasan yang sangat baik. Becak selain ramah lngkungan, juga menunjukkan jati diri bangsa. Tidak ikut-ikutan trend di luar negeri. Dengan peraturan dan perbaikan di sana-sini, dan training dari Pemda setempat, aku yakin para tukang becak dpt melakukan dan memenuhi peraturan dengan baik.
Anonymous said…
gue rasa becak(yg bagus) sebaiknya diijinkan beroperasi menggantikan bajaj. selain ramah lingkungan, mengurangi polusi, dan juga lebih enak diliat daripada bajaj. Good piece of writing, very informative. I hope you win!!
talentaku said…
Well jadi inget kancil yang dulunya digembar gemborkan untuk menjadi penggantinya becak. Ternyata tidak berjalan lancar, especially karena sang kancil ternyata masih tidak semurah becak.

Good idea Jed... yahhh terutama untuk mereka yang hanya ingin menempuh jarak dekat tanpa harus memikirkan uang yang ada di kantog :p

Jadi kangen naik becak dech sekarang ... padahal dulu sering banget naik becak pulang dari sekolah, walau kadang kasian juga liat yang mengayuhnya :p
keren loh , coba di indonesia ada ginian.. kan bagus. bebas polusi udara. keren lagi. modelnya ga kuno.
Anonymous said…
Setuju sekali, untuk mengurangi kemacetan, polusi udara dan menyehatkan badan...
Jed Revolutia said…
@ eka: becak saya sarankan balik dengan model velotaxi karena memecahkan beberapa persoalan sekaligus: pengangguran, polusi, BBM naik, kesehatan warga, dan menambah daya tarik wisata juga. Jika negara-negara Eropa dan Jepang dah kecanduan becak velotaxi, masak Indonesia malah anti. Kan aneh?

@ ibhetz: emang banyak becak yang semrawut dan gak sadar ketertiban lalu-lintas, tapi jangan membela kalangan bermobil terus donk. Yang goes becak dan naik becak manusia juga, sama derajatnya dengan yang naik Mercy or BMW.

@ indrasari: yup, justru yang punya mobil itu yang mesti diatur. Mereka dah bikin polusi, malah mao ngatur yang gak bikin polusi lagi...mentang-mentang punya duit banyak. Sekali-kali mobil gantian di gusur. Kan asik banget kalau jalanan isinya cuma becak sama sepeda ajah. Sehat semua dan kesan cinta lingkungannya kental.

@ fida: Amin. Asal caranya pemberdayaan, dan bukan penipudayakan, pasti bisa mengena di hati para pengemudi becak.

@ rimafauzi: iya neh, kenapa ya dulu bukan bajaj yang digusur, malah becak yang non-bising dan non-polusi?

@ talentaku: Ya kasian emang tapi kan dia juga dapet sesuatu dari kita. At least ngayuh becak adalah pekerjaan yang halal. Dibanding mereka jadi preman kan mending jadi abang becak. Akan lebih sip lagi kalau kita memilih sepeda sebagai kendaraan pribadi. Gratis kan kemana-mana.

@ Devita: modelnya emang keren, dan gak murahan, jadi yang gengsi gede juga bakalan mau naik.
Anonymous said…
jangan deh becak dibalikin ke jakarta lagi.
nanti malah berbondong2 rakyat kecil ke jakarta mengadu nasib jadi pembecak lagi..
ujung2nya bakal nambah runyam ibukota

*mending bikin aturan paksa spy orang jakarta bersepeda :D
Anonymous said…
Ada 2 stigma yg dilabelkan baik oleh masyarakat umum maupun pemerintah terhadap Becak yakni :

1. Penyebab kemacetan
2. Menimbulkan kesan kumuh

Untuk alasan yg pertama bahwa becak sebagai penyebab kemacetan didasarkan atas realitas bahwa untuk menggerakkan becak digunakan tenaga manusia.Sehingga dari kecepatan becak untuk bermanuver di jalan raya tentu saja akan kalah dengan kendaraan bermotor. Sehingga apabila ada motor atau mobil yang ingin melewati becak saat berkendara di jalan raya harus sabar hingga mendapatkan posisi aman untuk menyalib. Bisa dibayangkan apabila hal ini terjadi pada situasi jalan raya yang hanya memiliki satu jalur dan bukan jalan satu arah. Kemacetan yang cukup panjang dapat disebabkan oleh 1 becak, bagaimana jika ada 10 becak yang harus dilewati? Selain itu memang tidak dapat dipungkiri terkadang perilaku pengemudi becak yang suka seenaknya dalam menggunakan jalan raya sehingga seringkali juga membuat dongkol pengguna jalan yang lain.

Tapi kalau kita mau jujur,penyebab kemacetan yang terbesar adalah meningkatnya penggunaan kendaraan pribadi dan jalan yang ada sudah tidak sanggup lagi menampung lonjakan kendaraan bermotor yang ada. Hal ini tentunya disebabkan karena buruknya manajemen transportasi publik oleh pemerintah dan tidak berkualitasnya sarana dan prasarana transportasi publik, sehingga masyarakat cenderung memilih untuk memiliki kendaraan sendiri seperti motor ataupun mobil. Jadi tidak adil jika kesalahan hanya ditimpakan kepada becak sebagai penyebab kemacetan di jalan raya dan membredelnya dr jalan raya.

Sebagai solusi dengan pengorganisasian pengemudi becak sebagaimana disarankan wardah hafidz sebenarnya alasan seperti etika mengemudi di jalan raya dan daerah operasi becak bisa dicarikan jalan keluarnya. Misalnya dengan membuat aturan organisasi yg ketat dengan adanya kode etik disertai sanksi berupa pencabutan izin usaha menarik becak misalnya. Selain itu moderenisasi untuk meningkatkan kepuasan konsumen becak dengan pemanggilan via telpon misalnya bisa memberikan cita rasa berkelas bagi pengemudi becak. Dan untuk kesantunan dan penampilan para pengemudi becak jg bisa dipermak dengan kesan sporty atau elegan sesuai dengan kondisi daerah operasional. Sehingga becak tidak lagi sebagai salah satu sumber masalah yang dianggap mengganggu.

Untuk alasan kedua itu hanya masalah eksplorasi cita rasa saja. Dengan merubah tampilan becak seperti yang dicantumkan dalam tulisan Jed, becakpun bisa terlihat moderen. Bahkan bisa dibuat ciri khas masing-masing sesuai dengan daerah masing-masing. Misalnya disertai ukir-ukiran khas Bali untuk daerah Bali, atau dengan hiasan gorga untuk daerah sumatra utara atau menggunakan bahan daur ulang. Semua itu tergantung dari niat dan keberpihakan dari pemerintah.

Kalau pemerintah tidak berpihak pada kaum marginal, maka mereka tidak mau berpusing-pusing seperti yg dilakukan jed untuk mencari solusi yg tepat mengenai becak ini. Mereka akan mencari jalan pintas yg gampang, dengan mengeluarkan aturan larangan disertai dengan sanksi keras bg yg melanggar.

Daripada meniadakan becak, kalau gak mau pusing, kenapa tidak meniadakan kendaraan pribadi aja? :)... Kan sama-sama simpel.. Iya gak Jed hehehe

Hidup becak!!!!!
Anonymous said…
wakwakwak.. becak untuk menanggulangi berbagai permasalahan. unik! asli gagasan keren.
Jed Revolutia said…
@ easy : Emangnya ibukota hanya buat kalangan kaya aja ya? jadi yang miskin gak boleh tinggal di ibukota gituw? Emang benar rakyat miskin itu kebanyakan (bukan semua) masih uncivilized, tapi itu karena kurang pendidikan dan pemberdayaan. Kalo gak di didik dan diberdayakan ya sampai kapan pun mereka ya begitu terus: miskin dan uncivilized. Bukankah tujuan Republik ini berdiri adalah untuk Kesejahteraan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia?

@ istunta : Yup, makanya perlu kita kaji lagi kebijakan publik. Di dalam negara demokrasi, mestinya semua sejajar baik miskin maupun kaya. Bukannya yang kaya mengatur (baca: menindas) yang miskin.

@ yoto : Ya semoga aja bisa mengusik hati semua yang membaca. Yang lebih penting dari itu semua, tulisan ini dibuat supaya setidaknya ada antithesis dari apa yang selama ini dianggap benar oleh banyak pihak, terutama para pembuat kebijakan.
Sontoloyo said…
elo tuh udah menang belom sih ?
hehehehe sorry baru sempet naruh komen di sini.

ide elo bagus juga untuk becak kembali ke jakarta...

menurut gue balik2 nya ke mental jed...but yes we have to start somewhere.

Dulu waktu ada becak mereka bisa parkir se enaknya ajah....ini juga bikin lalu lintas macet loh.

mengenai becak yang di miliki negara...ini sih ladangnya korupsi hehehehehehe....bukan mau bersifat sarkas....

mau nambahin ajah..kalau itu semua bisa terjadi di (minimal) jakarta raya...harus di tambahkan satu atau dua hal...misalnya perawatan untuk velotaxinya gimana ?
trus bajaj sih mirip lah sama velotaxi...kalau bemo ? mereka kan satu vesel bisa nampung 7 orang (satu di depan,enam di belakang).

beside,bajaj sekarang banyak yang pake BBG loh (less polute)...sbenarnya moda transportasi umum apapun sih setuju ajah, asal tertib....ketertiban is always the big issue here.

Gue ga tau ada yang sudah pernah survey blum sih,kalau kemacetan sebagian besar terjadi karena ada pemakai jalan yang tidak tertib...sementara macet= polusi = boros bahan bakar = subsidi pemerintah besar....

but,its really a nice idea...hanya ingin di kembangkan sajah.