Outrageous Grace : Interview with Brennan Manning


Bagi yang lemah dan berbeban berat, Brennan Manning memberikan penghiburan. Tuhan mengasihimu, katanya – apa adanya dirimu, bukan sebagaimana seharusnya dirimu. Alihkanlah pandangan dari dirimu – kesalahanmu; apa yang seharusnya kamu lakukan; bagaimana kamu tidak memenuhi syarat.

Ini bukan masalah penampilan, kata Manning. Iman Kristen adalah mengenai kasih dan kelembutan Tuhan yang tidak terhentikan. Kamu adalah si anak hilang, mutiara bernilai mahal, dan harta karun di ladang, seperti kata Yesus dalam perumpamaan-perumpamaanNya. Dia juga menginstruksikan para muridnya untuk memanggil Tuhan dengan sebutan Abba, ayah kita.

`Kekristenan pada dasarnya bukanlah sebuah aturan moralitas, etika, atau filosofi kehidupan,` kata Manning. `Melainkan sebuah hubungan cinta. Yesus membawa kita kepada Bapa, lalu mencurahkan Roh Kudus kepada kita – bukan agar kita menjadi orang yang lebih baik dengan standar moral tinggi, tetapi menjadi ciptaan baru, nabi, pecinta, obor daging yang dibakar oleh nyala api Roh Tuhan yang hidup.`

Menghukum diri sendiri dan kemuraman menghalangi Tuhan untuk mencapai kita, kata Manning. `Kuncinya ialah membiarkan dirimu dicintai dalam kehancuranmu. Biarkan fokus hidup batiniah kamu bersandar pada satu kebenaran yang menggetarkan dan mengejutkan, yakni bahwa Tuhan mencintaimu tanpa syarat sebagaimana adanya dirimu, dan bukan sebagaimana seharusnya dirimu. Karena tidak ada orang yang hidup sebagaimana seharusnya mereka hidup.`

Sudah lewat 40 tahun sejak Brennan Manning di`sandera oleh Tuhan` ketika dia ada dalam keputusasaannya. Sebagai seorang mantan pecandu alkohol yang sudah benar-benar hancur, dia menemukan kepercayaan yang tidak tergoyahkan dalam kasih Kristus. Meskipun kelemahannya menyedihkan hatinya, dia memahami bahwa Juruselamatnya mengampuni tujuh puluh kali tujuh. Dia ingin para pendengar dan pembacanya mengerti hal ini juga.

Manning adalah penulis dari banyak buku, termasuk The Ragamuffin Gospel dan The Importance of Being Foolish. Manning, seorang mantan imam Katolik yang beralih menjadi penginjil, memimpin banyak retreat rohani di daerah Amerika dan Eropa. Pada bulan September, dia mengunjungi George Fox University, tempat wawancara ini, untuk melayani selama 3 hari kepada para mahasiswa dan pendeta setempat.

TANYA: Apakah keberatan utama yang anda dapat akibat membawa pesan Tuhan mengasihi kita apa adanya?

MANNING: Keberatan nomor satu biasanya mengidentikan pesan ini dengan universalisme. Jadi saya ingin membuat hal ini sangat jelas disini: saya bukan penganut universalisme. Universalisme adalah paham sesat yang membuat kematian dan kebangkitan Kristus menjadi hampa tanpa makna. Kuncinya ialah kita melebarkan pikiran dan hati kita untuk bisa menampung cinta Tuhan yang merangkul kita dalam Yesus Kristus.

TANYA: Apakah ini berhubungan dengan apa yang anda sampaikan di chapel, bahwa gambaran Tuhan yang dimiliki banyak orang Kristen masih terlalu kecil?

MANNING: Ya, benar sekali. Ini berbicara mengenai gambaran Tuhan yang mencintaiku ketika aku baik dan membenciku ketika aku jahat. Ini adalah gambaran Tuhan yang tidak konsisten karena sikapnya tergantung pada apa yang kita buat. Ini adalah gambaran Tuhan yang ada dalam legalisme, moralisme, dan otoritarianisme yang kejam. Ini bukanlah Yesus yang berkata, `Tinggalah di dalam Ku sebagaimana Aku tinggal di dalammu.` Tempat tinggal berbicara mengenai tempat kehangatan dan keramahtamahan, cinta yang menerima, keintiman, dan roh yang tidak menghakimi.

TANYA: Jadi bagaimana sebaiknya kita merasa ketika kita tidak berhasil memenuhi standar perilaku yang dicatat dalam Perjanjian Baru?

MANNING: Salah satu hal yang paling saya sesali dari hidup saya adalah menghabiskan berjam-jam dengan menghukum diri sendiri, citra diri yang buruk, dan kebencian pada diri sendiri, yang dimana kesemuanya didasari dari ke-aku-an. Entah kamu memandang tinggi atau rendah dirimu sendiri, itu semua berakar pada ke-aku-an yaitu syak dan takut karena telah gagal. Tetapi saya tidak mau menghakimi ciptaan Tuhan lainnya dengan penghukuman diri kejam seperti yang saya buat pada diri saya sendiri.

TANYA: Tetapi beberapa orang Kristen menghakimi orang lain dengan penghukuman yang kejam. Jika dihadapkan pada kisah wanita yang tertangkap basah berzinah di alkitab, mereka menekankan pada, `pergilah, jangan berbuat dosa lagi.`

MANNING: Masalahnya biasanya orang yang gemar menghakimi belum pernah sampai kepada titik dimana mereka hancur. Contohnya, ketika mantan istri saya Rosalyn bercerai untuk pertama kalinya, seorang teman baiknya yang adalah seorang Kristen yang berdedikasi menolak untuk berhubungan dengannya lagi. Tujuh tahun kemudian ketika orang itu sendiri bercerai, dia menelpon Rosalyn dan berkata, `Maukah kau memaafkan aku?`

TANYA: Jika Tuhan mengasihi mereka yang takut Tuhan, bukankah itu berarti cintanya bersyarat? Bukankah cinta Tuhan itu tergantung pada respon emosi kita kepadanya?

MANNING: Definisi `takut` adalah kekaguman tanpa kata, ketakjuban yang radikal, dan kekhidmatan penuh kasih pada kebaikan Tuhan yang tidak terbatas. Saya tidak sedang membicarakan kekaguman tanpa kata sebagai sebuah emosi yang intens. Ini seperti `Saya tidak pernah mengira Tuhan itu seperti ini.` Jadi saya tidak melihat takut akan Tuhan sebagai sebuah respon emosi belaka.

TANYA: Bagaimana dengan mereka yang bersikap masa bodoh, yang tidak peduli? Apakah Tuhan juga mencintai orang itu dengan kadar yang sama?

MANNING: Tuhan tetap mengasihi orang tersebut. Masalahnya terletak pada ketidakmampuan orang tersebut untuk menerima cinta Tuhan – entah disebabkan kesinisan, sikap skeptik, sikap masa bodoh, atau dilukai oleh gereja. Saya sudah sering mendengarnya: alasan saya tidak mau ke gereja lagi karena `pendetaku` begini dan begitu. Ada kesalahan moral misalnya. Namun jika Tuhan berhenti mencintai kita, Ia akan berhenti menjadi Tuhan. Dia tidak bisa tidak mencintai. Cuma saja banyak orang yang menolak cinta itu. Saya sangat yakin akan perkara ini: jika kita mau melihat diri kita sebagai harta Yesus yang beharga, maka kita harus mulai memperlakukan diri kita sendiri sebagai harta yang berharga. Sehingga akhirnya kita bisa melihat perwujudan kasih tersebut. Apakah mungkin Tuhan mencintaiku seperti kata Brennan? Bagi saya, itulah kuncinya – dengan memperlakukan orang lain sebagai harta yang berharga akan membuka kemungkinan ditemukannya harta karun di ladang dan mutiara yang bernilai tinggi dalam diri orang tersebut.

TANYA: Anda sering mengacu pada sifat ilahi yang penuh kasih dari Yesus. Tentu saja, kita percaya bahwa Dia juga adalah Tuhan yang ada di Perjanjian Lama. Bagaimana anda menjelaskan penyatuan hal yang bertentangan ini?

MANNING: Salah jika kita berpikir kita bisa memahami Yesus dengan melihat pada Tuhan; yang benar kita memahami Tuhan dengan melihat pada Yesus. Bukankah Ia adalah gambar Tuhan yang tidak kelihatan. Tidak ada pertentangan disini. Yesus mengatakan, Aku membuat segala-galanya menjadi baru. Tuhan di Perjanjian Lama adalah Tuhan yang mengambil wujud manusia dalam diri Yesus.

TANYA: Bagaimana jika kita mengaku mencintai Yesus namun tetap jatuh dan gagal? Apakah kita benar-benar mencintai-Nya karena Alkitab berkata jika kita mengasihi-Nya maka kita akan menuruti perintah-perintah-Nya?

MANNING: Ada pemikiran yang naif yang merasa jika saya sudah menerima Yesus sebagai juru selamat maka hidup saya tidak akan hancur, menjadi semakin kudus, dan memiliki kisah rohani sukses tanpa cacat. Ketika kita menerima Yesus maka tidak ada yang akan menjadi semakin buruk. Orang yang berpikir seperti ini mirip dengan pasien yang dibius di meja operasi. Kebenaran sederhana yang harus kita pahami ialah bahwa setelah tiga tahun bersama Yesus, Petrus menyangkal Yesus. Bahkan setelah menerima kepenuhan Roh Kudus dalam Pentakosta, Petrus masih bisa iri pada kesuksesan Paulus sebagai rasul. Ketika Yesus ditanya oleh Petrus bagaimana harusnya mengampuni – tujuh kali? Yesus berkata, `Tidak, 70 kali tujuh kali.` Pada waktu itu Yesus sedang membicarakan diri-Nya sendiri. Tidak peduli berapa kali kamu tersandung dan jatuh, tetaplah berusaha bangun. Bagi saya, ini seperti pemabuk yang berjalan melewati lorong. Dia menabrak ke tembok, melukai bahunya, laru merangkak di tanah dan merobek celananya; dia menabrak lagi ke tembok sebelahnya dan melukai matanya. Tetapi di ujung lorong ada Yesus yang berkata, `Bangun. Bangun. Kemari. Kemari. Jangan putus asa. Jangan kehilangan semangat. Tidak peduli berapa kali kamu tersandung dan jatuh, yang harus kamu lakukan ialah meminta pengampunan dan itu akan diberikan.`

TANYA: Bagaimana menurut anda sikap Yesus terhadap gereja-gereja di Amerika saat ini?

MANNING: Tampaknya saya harus mengelompokkan jawaban saya kepada pertanyaan itu. Beberapa dari pria dan wanita terhebat yang saya pernah temui di hidup saya berasal dari kalangan Injili. Bahkan, saya merintis sebuah kelompok sejak 1993 yang bernama The Notorious Sinners. Lima belas orang dari penjuru negeri, semuanya pria, dan memiliki tiga persamaan, yakni mereka sangat serius tentang Yesus, mereka mampu jujur sementah-mentahnya akan kehancuran mereka, dan mereka memiliki selera humor. Kalangan injili sendiri terpecah. Misalnya, 44 persen kaum injili percaya bahwa aborsi tidak masalah. Jadi saya rasa akan baik untuk tidak membuat pernyataan apa-apa tentang kaum injili karena mereka sangatlah beragam. Di beberapa tempat, mereka berkembang dengan sangat dinamis, sementara di tempat lain, mereka masih terperangkap dalam legalisme lama. Dan juga dengan moralisme yang adalah saudara kembar dari legalisme.

TANYA: Apakah sulit bagi anda untuk tetap mengunjungi gereja-gereja dan kelompok-kelompok Kristen lainnya dengan mentalitas tersebut?

MANNING: Minggu lalu, majalah Christian Music Planet mendaftarkan 10 buku paling berpengaruh selama 100 tahun terakhir melalui studi ekstensif para profesor agama, orang awam, dan juga apa yang mereka sebut dengan para antusias agama. 10 buku paling berpengaruh dalam 100 tahun terakhir. Mau tahu apa yang nomor satu? My Utmost for His Highest. Tahu apa yang kelima? The Ragamuffin Gospel (buku kalangan Manning –Ed). Dan ini adalah majalah beraliran sayap kanan. Alasan mengapa saya bisa menjangkau kalangan sayap kanan dan juga sayap kiri yang yang moderat ialah karena saya tidak mempunyai label. Mereka tidak melihat saya sebagai seorang Katolik, namun sebagai seorang Kristen, meskipun saya bukan dari Karismatik, bukan fundamentalis, bukan pendorong paham lahir baru. Kalian tahu, saya cuma Brennan, penginjil keliling, dan karena saya hanya mengkhotbahkan Yesus dan injil kasih karunia, belum ada orang yang menaruh label kepada saya. Itu disebabkan karena saya yakin orang tidak perlu mendengar saya berbicara untuk mengetahui sikap saya terhadap aborsi, pasifisme, perang nuklir, dan semua isu-isu terologi yang hangat. Mereka mau mengalami Yesus. Itu sebabnya, tanpa label, saya diundang ke beragam jenis komunitas iman.

TANYA: Anda sangat populer di kalangan muda belakangan ini.

MANNING: Benar. Saya mendapat banyak pengikut di kalangan muda karena mereka bisa mendeteksi seorang pembohong dari jarak satu mil. Jika kita berbicara dari hati kita dan mau berbagi kejujuran akan kehancuran kita, mereka akan menganggap kita orang yang dapat dipercaya. Hal ini membuat saya senang.

TANYA: Apakah anda bersemangat akan generasi anak muda ini?

MANNING: Ya benar. Ada ungkapan klise bahwa anak muda adalah masa depan gereja. Saya takjub melihat antusiasme mereka akan doa, pelayanan, dan apa yang meraka kerjakan selama masa liburan. Mereka pergi ke Meksiko dan membangun rumah-rumah. Mereka pergi ke Rwanda. Mereka pergi ke banyak tempat meskipun saat itu saat dimana mereka semestinya berlibur. Ya, ada harapan bagi mereka. Dan mereka memang akan selalu menjadi minoritas, namun kaum muda lah yang merupakan kelompok inti yang menjaga iman tetap hidup dan merupakan masa depan gereja.

TANYA: Mereka juga jujur. Ini nampaknya jelas di banyak gereja-gereja emergent yang dipenuhi dengan anak muda. Namun tetap saja ada unsur kecemasan di dalamnya.

MANNING: Thomas Merton berkata bahwa satu-satunya solusi bagi kecemasan manusia ialah hubungan mistis dengan Tuhan. Pengarah rohani saya berkata, `Brennan, jika kamu tidak membangun kehidupan mistismu, kamu tidak akan pernah menjadi seperti yang dirancangkan Tuhan.`

TANYA: Ketika di chapel, anda menggambarkan doa seperti sesuatu yang mudah diakses, hanya dengan masuk ke hadirat Yesus.

MANNING: Kaum Quaker punya sebuah frasa indah. Mereka mendefinisikan doa sebagai melamun yang kudus.

TANYA: Mengapa beberapa orang menangis ketika mendengar anda berbicara?

MANNING: Saya sangat yakin akan hal ini: Dahulu di abad 15 dan 16, orang-orang diminta untuk berdoa meminta karunia air mata karena hal itu dianggap sebagai terapi Ilahi untuk menyembuhkan mereka yang hancur di masa lalu. Saya mengagumi mereka yang punya kebebasan untuk menangis dan tertawa. Ada beberapa gereja yang pernah saya kunjungi dimana para jemaat duduk diam dengan khidmat. Mereka tidak pernah tertawa. Mereka tidak pernah menangis, dan pada dasarnya mereka berkata, `Mari berikan aku firman yang baru karena aku sudah tahu yang lama.` Bahkan, jika saya adalah Kardinal New England, saya akan mengirim tim misionaris ke tempat itu selain ke tempat bangsa-bangsa penyembah berhala, karena ada terlalu banyak legalisme, moralisme, tradisi, namun mereka belum pernah mendengar injil kasih karunia. Tidak semuanya, namun mayoritasnya.

TANYA: Beberapa orang berkata bahwa perkataan Paulus memiliki daya tuduh yang kuat. Namun anda mengutip dia dengan sering ketika anda berbicara tentang cinta Tuhan bagi kita, jadi anda tidak bisa enak saja asal mengutipnya.

MANNING: Kita harus berhati-hati menafsirkan Paulus. Misalnya, ketika dia berkata wanita harus mengenakan tutup kepala di gereja, ia tidak sedang menyampaikan firman Tuhan, namun pendapat pribadinya karena budaya waktu itu sangat didominasi para pria.

TANYA: Bagaimana kita tahu itu firman Tuhan atau itu pendapat Paulus?

MANNING: Bagi saya, saya tidak bisa memutuskannya sendiri, jadi saya mengacu pada para pakar Alkitab, penafsir, dan mereka yang saya percayai mampu menjelaskan ayat itu dan membuat saya mengerti.

TANYA: Ada mereka juga yang berkata bahwa mereka adalah literalis, namun mereka tidak mengenakan tutup kepala di gereja.

MANNING: Billy Graham berkata dia bukan seorang literalis. Dia mendekati usia 87 tahun dan ia banyak berubah.
[CATATAN: Pada edisi Newsweek 14 Agustus 2006, Graham berkata: `Saya bukan literalis dalam artian setiap titik dan koma di Alkitab berasal dari Tuhan. Ini adalah pemikiran saya yang berbeda setelah melewati banyak tahun.`]

TANYA: Anda pernah berkata bahwa anda menuangkan pemikiran anda dalam tulisan selama waktu menyendiri berminggu-minggu dan merenungkannya. Lalu anda akan membacanya lagi, jika itu menggerakkan anda, anda tahu itu akan menggerakkan orang lain juga. Namun jika tidak maka anda akan mulai dari awal lagi.

MANNING: Ya benar. Waktu saya ada di Columbia University kita punya guru yang jarang sekali menyentuh papan tulis. Namanya Martha Foley dan dia terkenal karena membuat banyak cerita pendek Amerika yang hebat. Dia menulis di papan tulis, `Ketika penulis menangis, pembaca ikut menangis. Ketika penulis tertawa, pembaca ikut tertawa.` Saya merasa saya mempunyai jangkauan emosional yang normal. Jika saya tertawa atau menangis maka rata-rata pembaca akan juga tergerak dengan cara yang sama.

TANYA: Apa yang paling menggerakkan anda dalam buku terbaru anda, The Importance of Being Foolish?

MANNING: Saya rasa bab terakhir tentang penghakiman terakhir. Yesus sedang menguji, mengevaluasi, dan menimbang-nimbang tiap manusia dalam hal hubungan mereka dengan-Nya. Dia mulai memanggil tiap-tiap orang dengan nama masing-masing. Bob Dylan maju ke depan, diikuti Adolf Hitler. Lalu ada Amy Grant, Tom Cruise, dan orang-orang yang semasa hidupnya dikenal sebagai orang baik atau orang jahat. Ketika Ia memanggil nama saya, saya berdiri gemetaran dan ketakutan, namun Ia menggapai tangan saya dan mulai menciumi saya sambil berkata, `Mari pulang ke rumah.` Keyakinan akan hal itu semakin bertambah seiring bertambahnya usia. Seperti kata Billy Graham, semakin kamu uzur, semakin kamu akan memikirkan surga. Percaya artinya bersandar pada janji Yesus disertai dengan harapan akan penggenapannya. Yesus berkata, `Dia yang makan daging dan darahku akan menikmati hidup yang kekal, dan akan Aku bangkitkan pada kesudahan zaman.` Ketika saya membaca itu, Yesus berbisik pada saya, `Lihat, kamu sudah mendapat janji-Ku. Kamu sudah mendapat janji-Ku.` Hal itulah yang menjadi sumber percaya kita yang utama.

--------------
Penanya: Tamara Cissna dari George Fox University

Comments