Poligami: Ibadah atau Bidat???

Gue setuju sama apa yang dikatakan oleh Butet Kertarajasa dalam sebuah iklan sepeda motor di tv, sekarang ini zaman sudah edan. Semakin hari semakin saja ada yang aneh-aneh. Kontroversi dimulai ketika pemberitaan tentang perkawinan kedua da`i kondang, Aa Gym, mulai meluas. Pernikahan yang konon berlangsung 3 bulan lalu itu sepertinya emang sengaja disembunyikan, apa boleh buat, gosip pun menyebar, mau gak mau, Aa harus menjelaskannya kepada publik. Dengan enteng dia berkata bahwa yang ia lakukan ialah ibadah dalam rangka menyiarkan dakwah agama. `Poligami adalah sesuai dengan keyakinan iman saya,` demikian ujar sang pendakwah no 1 Indonesia itu.

Aa Gym boleh-boleh saja menganggap poligami yang dilakukannya sebagai ibadah, terlebih Islam tidak mengharamkan poligami. Namun, sebagai tokoh agama yang menjadi panutan banyak orang, seharusnyalah dia berpikir berkali-kali sebelum mencapai kepada keputusannya itu. Akibat perilakunya, banyak orang (terutama laki-laki) jadi tergoda untuk mengikuti jejak Aa. Mereka mendukung tindakan Aa dan sudaah mulai berancang-ancang untuk mencari isteri kedua. Dalih mereka ialah, `Aa Gym aja boleh, kenapa gue nggak,` atau yang lebih parahnya, `Aa Gym aja gak tahan, apalagi gue.`

Sadar gak sadar, tindakan Aa tersebut sudah mulai menimbulkan keretakan di banyak keluarga. Poligami yang legal secara hukum Islam bisa dijadikan alasan oleh para lelaki buaya darat untuk memuaskan nafsunya.Kenyataannya bagi semua orang yang punya mata dan menyaksikan tv, pastinya meragukan motif Aa Gym dalam menjalankan poligaminya. Istri kedua yang cantik (mantan model) sepertinya menyiratkan kalau si Aa lebih digerakkan oleh nafsunya dibanding motivasi murni untuk menolong orang lain. Seorang teman gue nyeletuk, `kalo emang mau nolongin orang, ya santuni aja, gak mesti dikawinin khan.` Seorang yang lain berujar, `cowok mana yang gak mau punya isteri muda yang cantik, terlebih isteri tuanya sudah melewati masa jayanya.`

Jujur, gue meragukan apakah benar ada poligami yang murni ibadah tanpa unsur nafsu. dari pengamatan gue, poligami justru salah satu bentuk kekerasan dan ketidakadilan kepada kaum perempuan. Dalam poligami maupun monogami, sang suami cenderung bersikap monopoli dan bertidak egois. Sang isteri dalam kultur primitif ini dianggap tidak lebh dari pembantu rumah tangga yang tugas utamanya ialah melayani suami sepuas yang dia mau dalam segala bidang. Dalam kultur penindasan seperti ini, sang isteri mengalami siksaan batin yang parah, dan kebahagiaannya dirusak. Contoh nyata, berapa persen suami yang memberikan kebebasan berkarya dan berkarir pada istrinya serta mendukungnya mencapai impiannya? Yang ada ialah pemaksaan kehendak oleh suami kepada isteri. Seperti kata Dhani Ahmad baru-baru ini mengenai Maia isterinya, `isteri itu mesti dididik dan diajari oleh suaminya, karena isteri itu bodoh, suami pintar, jadi isteri yang baik adalah isteri yang nurut suaminya.`

Dalam kultur di mana patriarkhal masih merajalela, memang sulit untuk bisa membuat kaum lelaki tersadar bahwa perempuan adalah manusia juga dengan hak dan kedudukan yang sejajar dengan lelaki. Perampasan hak-hak asasi perempuan sama saja dengan pembunuhan emosional sang wanita. Karena itu, bohong jika ada isteri yang semakin berbahagia setelah suaminya kawin lagi, kecuali di kalangan orang gila penganut three-party sex. Pasti ada perasaan penolakan yang dalam, bahwa sang suami ternyata tidak memeberikan penerimaan dan penghargaan kepada sang isteri. Karena itu, gue mendukung upaya Presiden Yudhoyono dan Menteri Peranan Wanita, Dr. Hatta, untuk mengeluarkan PP yang mengatur perlindungan wanita di zaman yang sudah edan ini.

Reaksi co-co gatel pendukung poligami ini juga aneh-aneh. Seseorang berkata, `rasio pria-wanita itu 1:4 (entah dapat data dari mana), jadi udah hukum alam kalau pria beristeri lebih dari satu.` Yang lain lagi berkata, `masih banyak koq wanita yag butuh dinafkahi dan dinikahi, makanya dosa besar, jika cowo kaya raya menolak untuk berpoligami.` Bahkan KH Yusuf Mansur yang lagi beken itu bertanya pada isterinya, `menurut mama, lebih baik papa berzinah atau berpoligami?` Bagi wong edan ini, poligami adalah solusi buat perzinahan. Bagi gue solusi perzinahan bukan poligami, tapi Menajemen Syahwat.

Beberapa lelaki yang menjadi panutan gue, mengajarkan berbeda soal memperlakukan isteri. St. Peter berkata, `Dan para suami, hendaklah Saudara bersikap bijaksana terhadap istri. Perhatikanlah kebutuhan mereka dan hormatilah mereka sebagai kaum lemah. Ingatlah bahwa istri Saudara adalah sekutu Saudara dalam menerima berkat Allah dan jikalau Saudara tidak memperlakukannya sebagaimana mestinya, doa Saudara mungkin tidak mendapat jawaban.` Lebih lagi St. Paul berkata, `Dan para suami, tunjukkanlah kasih yang sama kepada istri Saudara seperti yang diperlihatkan Kristus kepada jemaat ketika Ia mati baginya.`

Comments

Fida Abbott said…
I absolutely agree with you. Good posting.
Meechan said…
iya
tapi yah... orang2 muslimnya sendiri ga keberatan
ya sutralah
urusan mereka

aku kasian sama istri tuanya
Ancilla said…
*mampir... nice picture.

yupes. sejauh yang aku tau, dasar poligami juga ga gitu kok :)

yah kalau dibilang perempuan lebih bego dkk... sbnernya itu cuma defence mereka aja :)

perempuan diciptakan untuk menemani laki-laki. berarti siapa yang begok ampe kudu ditemenin? hehehe...

*cynical joke :p