Jed on Relationship (Part 2)

Bagian Pertama dari tulisan ini bisa dibaca di sini.

Hubungan romantisme adalah sebuah hubungan.

Seberapa sulitnya banyak orang termasuk gue untuk memahami hal sederhana itu. Sebuah hubungan.

Banyak orang mengharapkan keajaiban datang dalam hubungannya. Mereka berdoa agar hubungan bisa berjalan mulus sesuai dengan harapan mereka. Kenyataan pahitnya ialah, tidak ada mujijat tersedia buat sebuah hubungan agar berhasil jika kita tidak mau berubah. You have to work on it.

Prinsip hubungan sukses dengan semua orang ada dalam 2 prinsip dasar ini: “Do to others what you want them to do for you” dan “Love others as you love yourself”. Tapi melakukannya tidak semudah mengakatakannya. Love adalah lawan kata dari selfishness sama dengan success adalah lawan kata dari stubbornness.

Ada 3 prinsip keberhasilan. Pertama, jangan takut gagal, tapi berani coba dan tanggung resiko. Kedua, siap belajar dari kesalahan dan bertumbuh dari itu. Kesalahan adalah mitra belajar kita yang terbaik. Ketiga, jangan tenggelam dalam sikap menyalahkan diri sendiri. Kita harus punya kemampuan memantul alias kembali bangkit setelah setiap kegagalan. Untuk mencapai keberhasilan dalam hubungan, prinsip yang sama juga berlaku.

Jangan takut pada kegagalan. Kegagalan dan kesuksesan itu 2 sisi mata koin. Setiap kali kita melempar koinnya ke udara, cuma ada 2 kemungkinan, berhasil atau gagal. Orang bodoh akan menolak melemparkan koinnya sehingga dia akan melulu ada di kondisi kegagalan. Orang sukses tahu untuk berhasil, dia hanya perlu melempar koinnya sebanyak mungkin. Jangan alergi terhadap kegagalan karena itu bagian normal dalam kehidupan. Dalam hal hubungan pun banyak orang yang tidak berani keluar dan mencoba berhubungan karena kawatir akan apa yang ada di depan. Maju terus dan jangan pernah ‘ngetem’ atau ‘ngatret’. Harapi semua resiko di depan.

Hubungan berbicara mengenai mengenal dan dikenal. Seringkali ketakutan kita ialah justru mengenal dan dikenal yang adalah keintiman itu sendiri. Kita takut mengetahui dalam pengenalan bahwa orang yang kita kasihi tidak seperti yang kita harapkan. Kita juga takut jika kita benar-benar dikenal kita akan menerima resiko penolakan. Hubungan semakin kokoh ketika keintiman mulai dibangun dan keintiman dibangun ketika kita menolak untuk tetap dalam kondisi bersembunyi dan mulai keluar dalam ketelanjangan jiwa kita, yang juga akan membuat hubungan penuh resiko namun juga penuh kekuatan. Kita jangan takut dengan resiko di depan tapi mulai melangkah maju tanpa peduli apa yang akan terjadi, toh kita akan belajar juga dari setiap pengalaman.

Kita bisa belajar dari kesalahan-kesalahan kita dalam menjalin hubungan. Ada cara praktis untuk belajar. Sudah beberapa kali gue coba teknik ini dan berhasil. Ini salah satu terapi yang ada di buku-buku psikologi yang gue baca. Yang harus kita lakukan ialah melepaskan kelekatan kita dengan orang yang kita cintai. Kelekatan bukanlah keintiman. Kelekatan adalah hal-hal yang kita harapkan dari pasangan kita dalam bentuk skenario fantasi dimana pasangan kita memainkan peran sebagai boneka kita. Kita lantas mengharapkan dia memenuhi skenario kita itu, dan hal ini yang menghasilkan kelekatan. Penting unyuk diingat, pasangan kita juga manusia seperti kita, artinya dia juga punya skenario harapan bagi kita juga. Selama kita masih memaksakan skenario kita jadi kenyataan, kita tidak akan pernah sampai ke tingkat keintiman dimana kita benar-benar kenal satu sama lain karena kelekatan adalah lawan dari Keintiman. Keintiman berbicara mengenai mengenal sebenar-benarnya orang yang kita kasihi sedang kelekatan adalah pura-pura mengenal padahal sebenarnya yang dikenal adalah makhluk bayangan yang adalah ilusi belaka.

Untuk bisa belajar dari kesalahan-kesalahan kita dalam berhubungan kita bisa mencoba cara berikut: kita lepaskan semua kelekatan kita pada pasangan kita, yakni semua harapan, impian, fantasi kita tentang dia dan musnahkan semua skenario yang kita punya tentang dia dan mulai lepaskan pengampunan. Mantranya: i accept everything but i don't expect anything. Karena sakit hati dimulai dari harapan-harapan dalam kelekatan tersebut. Ketika pasangan kita tidak memenuhi skenario kita, kita pada akhirnya akan merasa sakit hati. Ketika kita sakit hati, kita sebenarnya sedang mengusir pasangan kita pergi, dan bukan mendekat. Mengapa? Karena mendekat adalah keintiman, menjauh adalah kelekatan. Kita harus mengampuni pasangan kita karena tidak memenuhi harapan kita dan mulai juga mengampuni diri sendiri karena telah punya harapan tersebut. Maafkan semua orang, hingga ada rasa plong di dada. Setelah semuanya beres, sakit hati sudah hilang, kita sudah bisa menerima pasangan kita apa adanya dan juga menerima diri kita sendiri apa adanya, kita bisa masuk ke tahap selanjutnya. Kita akan memutar kembali rekaman kejadian konflik di hubungan kita, tapi sekali ini kita ada sebagai penonton, bukan peserta. Kita akan melihat bahwa ada banyak hal yang kita bisa pelajari, baik tentang diri kita sendiri atau pasangan kita. Ingat, tujuan kita belajar. Artinya setelah dapat poinnya , kita akan melanjutkan hidup kita kembali. Jangan malah tenggelam dalam menyalahkan diri sendiri mengapa itu bisa terjadi. Bangkit dengan kepala tegak, katakan pada dunia, bahwa kita sudah siap untuk mencoba lagi.

Orang sukses tidak mau berlama-lama tenggelam dalam rasa bersalah dan sikap menyalahkan diri sendiri. Setiap kali mereka merasa terpuruk, mereka akan mengatakan pada diri mereka sendiri bahwa perasaan yang mereka alami adalah perasaan yang palsu. Tidak ada manfaat apa-apa yang bisa kita raih dari meladeni perasaan tertekan itu. Perasaan palsu itu bisa ada karena adanya ketakutan dalam hidup kita. Ketakutan kita yang utama dalam hubungan adalah keintiman dimana kita mengenal dan dikenal. Dasar yang utama tentunya adalah takut akan penolakan. Namun seringkali kita suka berada di kondisi tanpa pengharapan itu tanpa bergerak maju, karena kita lebih suka menghadapi setan yang kita kenal baik dibanding berjumpa dengan malaikat yang sedang menunggu kita andai saja kita mau mengambil langkah maju.

Hari ini gue bangun dengan kesadaran bahwa di dalam kasih yang sempurna ketakutan akan lenyap. Penghalang hubungan untuk bisa berhasil dan mencapai keintiman adalah ketakutan akan apa yang ada di depan. Gue harus bangkit dan tidak lagi tenggelam dalam menyalahkan diri sendiri. Gue harus mengatasi ketakutan gue dan juga ketakutan pasangan gue. Gue akan terus bergerak maju karena gue layak mendapatkan pasangan gue sebagai cinta sejati gue. Gue tidak mau menyerah pada kegagalan karena selama gue menolak untuk terus maju dan berubah, gue akan masih menemukan diri gue di kondisi yang sama tahun depan.



Mengasihi tidak mengenal kata takut karena mengasihi adalah tindakan yang paling berani di dunia ini. Ketika Abba mengasihi gue, dia memberikan semua yang bisa dia beri, bahkan hal yang paling dia sayangi, yakni AnakNya. Ketika Abba memberi itu adalah sebuah keberanian karena ada resiko cinta tak berbalas dalam memberi dan kita tidak bisa mengambil kembali sesuatu yang telah kita berikan. Cinta berbicara mengenai memberikan diri kita bagi orang lain dengan segala resiko, termasuk penolakan. Ketika kita mengasihi dengan kasih sejati kita tidak memberi untuk mengambil atau mendapat sesuatu, namun memberi untuk kebahagiaan orang lain dan bukan kebahagiaan kita. Kita akan terus memberikan kasih tanpa syarat, dimana sukacita kita ada ketika kita memberi dan bukan ketika kita menerima. Cinta sejati berbicara mengenai kehilangan nyawa dan bukan mempertahankannya, dan herannya kita justru akan mendapatkan nyawa kita kembali (dalam wujud yang baru tentunya).

Comments

Anonymous said…
panjang jed..
tapi terlihat dalem... :P
keep the love alive!
AJ
Ancilla said…
love is in the air :)
Fida Abbott said…
Hi Jed, thanks ya udah mampir ke Blog-ku. Kemana aja selama ini kok lama nggak nongol.

Hei, emangnya tulisanku dihargai berapa di Blog Jed??? (ha,ha...guyon kok, jgn dimasukin hati ya)
WOW... (speechless bacanya...)

panjang dan membuat aku harus memutar otak..wakakkaak
Unknown said…
True! "Cinta sejati berbicara mengenai kehilangan nyawa dan bukan mempertahankannya, dan herannya kita justru akan mendapatkan nyawa kita kembali (dalam wujud yang baru tentunya)."