Jed nulis ini sebagai opini untuk situs Kabar Indonesia.
Terus terang hati saya sedih sekali melihat peristiwa kerusuhan di Kendari, Sulawesi Tenggara yang terjadi kemaren dan masih meninggalkan situasi tegang pada saat ini. Hati saya sedih melihat bentrok antar mahasiswa Universitas Haluoleo (Unhalu) dengan aparat kepolisian. Bentrok bukan hanya disebabkan demonstrasi biasa tapi sudah menuju pada aksi perusakan dan vandalisme baik oleh pihak kampus maupun oleh aparat kepolisian.
Hati saya pilu melihat di televisi, seorang aparat kepolisian yang dikeroyok massa yang mengaku diri sebagai mahasiswa. Polisi tersebut, meskipun dia cuma menjalankan tugas atasannya, namun ia dikeroyok habis-habisan oleh massa seolah-olah dia seorang maling ayam di kampung. Polisi itu pun di sandera, kendaraannya di rusak, meski kemudian dibebaskan juga oleh para mahasiswa.
Saya masih belum tahu penyebab pasti asal muasal peristiwa itu, yang saya tahu cuma kejadian berikutnya amat sangat menyedihkan, karena pihak kepolisian melakukan serangan balasan kepada para mahasiswa Unhalu. Dengan senjata lengkap (semoga saja tidak menggunakan senajata api) mereka menyerang kampus, melakukan pemukulan dan pengrusakan gedung kampus maupun kendaraan mahasiswa, dan segala aksi kekerasan yang tidak layak dilakukan oleh aparat institusi yang seharusnya bertugas untuk melindungi masyarakat sipil.
Pertama, saya bisa memahami perasaan teman-teman polisi yang merasa institusinya dilecehkan dengan tindak pemukulan terhadap teman kerja kalian, namun sebaiknya kalian selalu ingat bahwa kepolisian bertugas untuk menegakkan hukum dan keadilan, bukan sebagai lembaga premanistik yang ingin dihormati dengan cara ditakuti oleh masyarakat. Saya sangat setuju tindakan pemukulan terhadap aparat kepolisian tidak dapat dibenarkan untuk alasan apapun juga dan pelakunya memang pantas dihukum, oleh sebab itu adalah lebih bijak jika kalian menangkap dan memproses untuk pengadilan para oknum pelaku pemukulan, dan bukan dengan aksi balas dendam seperti yang terjadi kemaren.
Kedua, saya merasa tindakan premanistik seperti yang terjadi kemaren tidaklah akan pernah memecahkan masalah kekerasan, namun justru malah akan menimbulkan semakin banyak lagi aksi kekerasan yang lain. Jika kita memang ingin membangun Indonesia sebagai negara madani dalam lingkup civil society, maka kita harus selalu menggunakan dialog sebagai solusi utama pemecahan segala permasalahan di masyarakat. Tindak kekerasan hanya dibenarkan jika digunakan terhadap para pelanggar hukum pidana, itu pun harus selalu menjunjung tinggi hak asasi manusia dan praduga tidak bersalah. Kepolisian dibuat oleh masyarakat untuk tujuan ketertiban, perlindungan, dan pengayoman masyarakat. Kehadiran polisi seharusnya membuat merasa masyarakat aman dan nyaman, bukan malah membuat masyarakat ketakutan karena meresa merasa ditekan secara fisik dan mental.
Budaya premanistik memang masih mengakar dengan kuat di negara ini. Ini terbukti dengan banyaknya oknum institusi tertentu yang berjiwa preman. Para pejabat negara semestinya dilihat masyarakat sebagai one of us atau salah satu dari kita. Pejabat diangkat dalam negara demokrasi juga untuk tujuan public interest atau kepentingan publik. Oleh karena itu saya berharap agar negara kita ini bisa menjadi negara yang sejuk dimana para pemimpinnya memiliki jiwa besar. Semestinya mereka yang menjabat memiliki sikap dimana tidak masalah jika mereka dihina atau terhina, selama masyarakat yang mereka pimpin tidak dihina atau terhina. Saatnya para pejabat dan aparat pemerintah juga tahu diri dan selalu menjejakkan kakinya di bumi supaya sadar kalau mereka itu bukan manusia setengah dewa (seperti kata syair lagu milik Iwan Fals). Bagi sesama rekan masyarakat, mari kita ingatkan diri kita agar jangan pernah memilih pemimpin berjiwa preman untuk menjadi pemimpin kita.
Terus terang hati saya sedih sekali melihat peristiwa kerusuhan di Kendari, Sulawesi Tenggara yang terjadi kemaren dan masih meninggalkan situasi tegang pada saat ini. Hati saya sedih melihat bentrok antar mahasiswa Universitas Haluoleo (Unhalu) dengan aparat kepolisian. Bentrok bukan hanya disebabkan demonstrasi biasa tapi sudah menuju pada aksi perusakan dan vandalisme baik oleh pihak kampus maupun oleh aparat kepolisian.
Hati saya pilu melihat di televisi, seorang aparat kepolisian yang dikeroyok massa yang mengaku diri sebagai mahasiswa. Polisi tersebut, meskipun dia cuma menjalankan tugas atasannya, namun ia dikeroyok habis-habisan oleh massa seolah-olah dia seorang maling ayam di kampung. Polisi itu pun di sandera, kendaraannya di rusak, meski kemudian dibebaskan juga oleh para mahasiswa.
Saya masih belum tahu penyebab pasti asal muasal peristiwa itu, yang saya tahu cuma kejadian berikutnya amat sangat menyedihkan, karena pihak kepolisian melakukan serangan balasan kepada para mahasiswa Unhalu. Dengan senjata lengkap (semoga saja tidak menggunakan senajata api) mereka menyerang kampus, melakukan pemukulan dan pengrusakan gedung kampus maupun kendaraan mahasiswa, dan segala aksi kekerasan yang tidak layak dilakukan oleh aparat institusi yang seharusnya bertugas untuk melindungi masyarakat sipil.
Pertama, saya bisa memahami perasaan teman-teman polisi yang merasa institusinya dilecehkan dengan tindak pemukulan terhadap teman kerja kalian, namun sebaiknya kalian selalu ingat bahwa kepolisian bertugas untuk menegakkan hukum dan keadilan, bukan sebagai lembaga premanistik yang ingin dihormati dengan cara ditakuti oleh masyarakat. Saya sangat setuju tindakan pemukulan terhadap aparat kepolisian tidak dapat dibenarkan untuk alasan apapun juga dan pelakunya memang pantas dihukum, oleh sebab itu adalah lebih bijak jika kalian menangkap dan memproses untuk pengadilan para oknum pelaku pemukulan, dan bukan dengan aksi balas dendam seperti yang terjadi kemaren.
Kedua, saya merasa tindakan premanistik seperti yang terjadi kemaren tidaklah akan pernah memecahkan masalah kekerasan, namun justru malah akan menimbulkan semakin banyak lagi aksi kekerasan yang lain. Jika kita memang ingin membangun Indonesia sebagai negara madani dalam lingkup civil society, maka kita harus selalu menggunakan dialog sebagai solusi utama pemecahan segala permasalahan di masyarakat. Tindak kekerasan hanya dibenarkan jika digunakan terhadap para pelanggar hukum pidana, itu pun harus selalu menjunjung tinggi hak asasi manusia dan praduga tidak bersalah. Kepolisian dibuat oleh masyarakat untuk tujuan ketertiban, perlindungan, dan pengayoman masyarakat. Kehadiran polisi seharusnya membuat merasa masyarakat aman dan nyaman, bukan malah membuat masyarakat ketakutan karena meresa merasa ditekan secara fisik dan mental.
Budaya premanistik memang masih mengakar dengan kuat di negara ini. Ini terbukti dengan banyaknya oknum institusi tertentu yang berjiwa preman. Para pejabat negara semestinya dilihat masyarakat sebagai one of us atau salah satu dari kita. Pejabat diangkat dalam negara demokrasi juga untuk tujuan public interest atau kepentingan publik. Oleh karena itu saya berharap agar negara kita ini bisa menjadi negara yang sejuk dimana para pemimpinnya memiliki jiwa besar. Semestinya mereka yang menjabat memiliki sikap dimana tidak masalah jika mereka dihina atau terhina, selama masyarakat yang mereka pimpin tidak dihina atau terhina. Saatnya para pejabat dan aparat pemerintah juga tahu diri dan selalu menjejakkan kakinya di bumi supaya sadar kalau mereka itu bukan manusia setengah dewa (seperti kata syair lagu milik Iwan Fals). Bagi sesama rekan masyarakat, mari kita ingatkan diri kita agar jangan pernah memilih pemimpin berjiwa preman untuk menjadi pemimpin kita.
Comments
Kita memang harus terus belajar saling menghargai...peace!
Post a Comment