Blogger Indonesia & Nasibnya


Belakangan ini blogger di Indonesia kembali menjadi sorotan ketika seorang bernama Roy Suryo menuduh para hacker dan blogger sebagai pihak yang bertanggungjawab atas peristiwa pemasangan foto ejekan terhadap dirinya di situs Depkominfo dan situs partai Golkar. Roy menuduh mereka (para hacker dan blogger) sebagai biang keladi karena mereka menentang UU ICT yang konon berencana memblokir situs-situs porno dan rasis dari negeri ini.

Ketika gue baca berita tersebut di atas, yang ada dalam benak gue ialah "lho koq blogger dibawa-bawa? Apa Mas Roy gak ngerti apa itu blog? Kalo sampe dia gak tahu bedanya hacker ama blogger, alangkah bodoh amat dia sebagai orang yang ngaku sebagai pakar telematika." Gue pun mulai menyelidiki dengan mengecek berbagai arsip sejarah yang ada di negara ini dan ternyata Mas Roy sepertinya punya dendam kesumat dengan kalangan blogger di Indonesia. Bermula beberapa tahun silam seorang blogger memasang foto parodi mas Roy yang membuat Mas Roy naik pitam. Ternyata bukan hanya dia yang diparodikan, namun juga bapak Presiden kita, SBY, yang dipasangkan sebagai mas Bambang dengan Mayangsari (waktu itu masih status calon istri Bambang Trihatmojo). Lantas Mas Roy, konon dari gosip yang saya dengar, langsung melaporkan aksi pencemaran nama baik kepada Kepala Negara kepada kepolisian. Alhasil, si blogger (gue lupa namanya) sempat ditahan oleh aparat. Roy pun melaporkan juga Priyadi, salah satu top blogger di Indonesia, karena melink postingan yang dibuat blogger tersebut. Singkat cerita, masalah bisa diselesaikan setelah Enda Nasution, yang sering disebut sebagai bapak blog Indonesia, menyebarluaskan reaksi Presiden yang menganggap postingan tersebut hanya lelucon dan tidak perlu dipermasalahkan.

Singkat cerita nampaknya perang dingin antara Mas Roy (yang sering diledek oleh para blogger) dan kalangan blogger (yang sering dilabeli sebagai tukang tipu oleh Mas Roy) tetap berlanjut hingga saat ini. Hal ini kembali menjadi hangat setelah tuduhan Mas Roy bahwa Enda dkk. (para blogger) sebagai dalang pembobolan situs Depkominfo dan Golkar. Entah apa yang ada di benak Mas Roy waktu itu, entah dia emang punya bukti kalo para blogger itu sama dengan para hacker, atau dia sedang berencana balas dendam, entahlah.

Yang jelas Pak Menteri sendiri, M Nuh, semalam mengatakan para blogger sebagai part of our family. Menurut riyogatra yang blognya gue baca barusan, dikatakan: "Beliau juga mengatakan jika ada orang yang mengatakan blogger is our common enemy, ya harus dijawil."

Gue sendiri berharap Pak Menteri sebagai pihak pemerintah sebaiknya menjamin kebebasan berpendapat para blogger. Alangkah lucunya di negara yang menganut kebebasan bersuara dan kebebasan pers seperti Indonesia jika opini harus diberangus hanya karena menyinggung beberapa pihak tertentu. Jika seorang blogger membuat komentar yang menyinggung seorang pribadi tertentu, sebaiknya masalah diselesaikan secara perdata atau kekeluargaan di antara kedua belah pihak. Jika sampai dijadikan delik pidana, maka yang tersisa tinggal arogansi dari pihak yang merasa dirinya sebagai orang yang wajib dihormati (secara paksa) oleh orang lain.

Gue juga berharap kalau blogger yang mengkritik pemerintah juga diberikan kebebasan dan bukan ancaman. Bukankah kritik juga bisa berupa masukan yang membangun bagi bangsa dan negara kita ini?

Gue seh setuju kalo blogger yang menyebarkan komentar rasis, intoleransi terhadap agama dan kepercayaan lain, provokatif dalam menyebarkan kebencian terhadap SARA tertentu untuk dikenakan hukum pidana. Seharusnya UU ICT itu dibuat untuk hal-hal seperti ini. Namun komentar yang ditujukan kepada person tertentu tidaklah sebaiknya dipidanakan.

Bagaimana dengan nasib Mas Roy? Gue seh berharap dia datang dengan dialog terbuka yang akan digelar nanti tanggal 11 April antara kalangan blogger dan dirinya supaya ada solusi bersama yang mengenakan bagi kedua belah pihak. Details acara tersebut bisa dilihat di sini: [link]

Comments

wku said…
kalo blogger yang kurang ajar n saru kayak saya gimana nasibnya? *ketar-ketir mode*