Membangun Bangsa Lewat Knowledge Economy (Part I)

Ketika bicara mengenai ekonomi, tentunya kita bicara mengenai suatu upaya untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya dari modal yang sekecil-kecilnya. Ilmu ekonomi bicara mengenai upaya untuk mendapatkan grafik naik dalam kualitas kehidupan dimana nilai seseorang diukur dari akumulasi kekayaan yang berhasil didapatkannya. Tidak berlebihan jika dikatakan pasca-feudalisme, status seseorang tidak lagi ditentukan oleh royalti klasik (status kebangsawanan) namun oleh royalti modern (added value atau nilai yang semakin bertambah). Di zaman dimana kita mengakui semua orang adalah setara maka dimulailah sebuah kompetisi baru untuk mencapai status ekonomi yang lebih tinggi, dan disinilah dimana ilmu ekonomi akan memainkan peranannya.

Mungkin sebagian besar dari kita sudah menyadari bahwa ada perubahan mendasar dalam ilmu ekonomi tentang definisi dari modal. Seperti yang kita tahu, kita tidak akan bisa berekonomi ria tanpa mengenal yang disebut dengan yang namanya modal. Jika sebelumnya masyarakat berpendapat untuk memulai usaha maka modal utama adalah sumber daya, entah itu bahan baku, peralatan, dan tenaga kerja, maka sekarang sudah dimulai era baru dimana dikenal istilah modal pengetahuan. Sudah bukan zamannya lagi kita berpikir bahwa jika kita tidak memiliki modal dalam rupa uang atau tenaga kerja maka kita tidak bisa berusaha karena di era milenium ini yang akan menjadi modal utama ialah intelektual kita.

Berdasarkan thesis yang dikembangkan oleh Paul Romer, kunci pada pertumbuhan ekonomi justru ada pada inovasi teknologi. Jika seseorang berhasil mengembangkan atau menciptakan sebuah pengetahuan atau teknologi yang baru, maka itu akan membawa kepada peningkatan kekayaan sehubungan dengan diterimanya pengetahuan atau teknologi inovatif itu oleh masyarakat. Kita bisa melihat gejala ini pada industri telepon genggam misalnya. Alasan utama mengapa perusahaan-perusahaan telepon genggam ternama seperti Nokia, Sony Ericsson, Samsung, Motorolla, dan LG masih tetap membuat inovasi produk-produk baru ialah agar tetap menjalankan roda usaha mereka. Mereka bisa unggul jika saja mereka berhasil dalam inovasi membuat telepon genggang yang lebih baik dari sebelumnya, misal dengan menambah fitur baru atau memperbaiki desain. Meski perusahaan X memiliki sumber dana dan tenaga kerja paling besar, bukan berarti mereka akan tetap meraup keuntungan. Jika mereka berhenti berinovasi dan berkreasi maka cepat atau lambat mereka akan kalah saing dengan perusahaan lain. Ini adalah salah satu bukti kongkret betapa modal pengetahuan (Knowledge Economy) sangat berperan penting dalam perkembangan ekonomi dewasa ini.

Siapa sajakah yang terlibat dalam Knowledge Economy? Bisa dikatakan pada masa ini mungkin hampir semua pekerjaan membutuhkan otak-otak yang kritis yang bisa berkreasi menciptakan sesuatu yang baru. Jika Anda seorang perancang busana, maka Anda perlu terus menciptakan desain terbaru untuk menjaga Anda tetap eksis di dunia usaha. Jika Anda seorang arsitek, maka Anda perlu mendapatkan keunggulan diri Anda dari saingan-saingan Anda dengan terus berinovasi dalam rancang bangunan Anda. Jika Anda seorang pebisnis, maka Anda tahu jika Anda ingin menjual produk Anda dengan laris, maka produk Anda perlu memiliki diferensiasi dan tepat sasaran. Untuk itu semua Anda perlu memiliki yang namanya Knowledge Economy.

Ambilah contoh fenomena Facebook yang dimulai oleh seorang anak muda kreatif bernama Mark Zuckerberg yang saat ini masih berusia 24 tahun. Mengapa dia fenomenal? Karena Facebook dilahirkan bukan sebagai situs social networking yang pertama karena sebelumnya sudah terdapat situs sejenis seperti Friendster, MySpace, dan Multiply. Dengan penambahan beberapa fitur kreatif seperti Wall, Pokes, Unlimited Photos, serta branding yang kuat diantara para mahasiswa. Dengan itu semua Zuckerberg berhasil mengumpulkan hingga 1,5 milyar Dollar dari sebuah situs yang baru berusia 4 tahun.

Contoh dari dalam negeri misalnya Hendy Setiono, pendiri dan pemilik usaha Kebab Baba Rafi, yang di usia muda sudah bisa mengembangkan usaha yang sudah menyebar ke banyak provinsi di Indonesia. Bermulai dari hobi mencicipi makanan ditambah dengan bekal inovasi dan kreasi bisnis, maka ia berhasil mengembangkan sebuah bisnis dari nol hingga ke arah kemajuan signifikan.

Kesimpulannya, kita jangan pernah berkecilhati bila kita tidak memiliki modal uang dan sumber daya karena sekarang yang jadi modal utama adalah otak kita sendiri. Jika kita bisa menciptakan seseuatu yang baru dan berbeda maka kita akan mendapat keuntungan ekonomi bila berhasil memadukannya dengan skill bisnis yang mumpuni. Oleh karena itu, marilah kita giat menambah pengetahuan dan melakukan terobosan-terobosan baru dalam berinovasi.

Comments