Merubah Indonesia: Tidak Selamanya Orang Miskin Dilupakan


Kali ini saya akan membahas sebuah buku yang telah selesai saya baca, yakni "Merubah Indonesia: Tidak Selamanya Orang Miskin Dilupakan" karangan Ir. Basuki Tjahaja Purnama, MM atau yang lebih dikenal dengan panggilan Ahok. Buku semi-otobiografi ini mengingatkan saya pada buku yang ditulis oleh presiden terpilih Amerika Serikat, Barack Obama, yang berjudul "The Dreams from My Father" yang pada ujungnya melesatkan nama Obama sehingga menjadi salah satu tokoh paling populer di dunia saat ini. Ahok pun dapat juga dinilai sebagai Obama-nya Indonesia karena sebagai seorang minoritas (etnis Tionghoa dan beragama Kristen), Ahok punya cita-cita merubah Indonesia menjadi sebuah bangsa yang maju dan bebas dari prasangka SARA.

Ahok, sama halnya dengan Obama, banyak bercerita mengenai sosok sang ayah, yang digambarkan sebagai seseorang yang cinta tanah air dan memiliki kepedulian sosial yang sangat tinggi. Keinginan kuat ayahnya untuk membawa perbaikan bagi kampung mereka di Belitung Timur, maka sang ayah menentukan jalur studi anak-anaknya. Ahok pada awalnya diminta menjadi dokter oleh sang ayah karena tidak adanya dokter yang mau tinggal di daerah terpencil di kampung tersebut. Namun Ahok memberontak dan memilih belajar menjadi insinyur geologi. Adik-adiknya yang lain pun menuruti jalur studi yang dikehendaki sang ayah, yakni menjadi dokter, pengacara, dan pengusaha pariwisata, semua dengan tujuan untuk memajukan kampung halaman mereka di Belitung timur. Ahok, yang menyadari dirinya berhutang kepada sang ayah, pada akhirnya memutuskan kembali ke kampung halamannya dan memulai bisnis di sana.

Pasca reformasi, Ahok pun tertarik untuk ikut terlibat ke dalam politik, dengan harapan melalui politik dia dapat berbuat sesuatu untuk membantu para masyarakat di Belitung Timur. Dimulai dengan menjadi seorang ketua cabang sebuah partai kecil, dicalonkan menjadi anggota DPRD kabupaten, dan mengalami pahit getirnya berkampanye. Selama masa inilah Ahok melihat bahwa banyak partai lain melakukan money politics dalam kampanyenya dan kebanyakan rakyat cuma memilih pemimpin berdasarkan kaos gratis yang diberikan partai. Kondisi ini diperparah oleh mayoritas rakyat yang memang ingin 'disogok' oleh para juru kampanye. Ahok pun berang dan memutuskan berkampanye dengan caranya sendiri, yakni tanpa bujuk rayu dalam bentuk apapun juga serta memberikan kesadaran pada rakyat pentingnya memilih orang yang akan bisa merubah nasib mereka.

Alhasil, partai Ahok pun kalah pemilu, namun oleh kana mekanisme sisa kursi, maka dia pun mendapat sebuah tempat di DPRD kabupaten Belitung Timur. Selama masa inilah integritas seorang Ahok teruji dengan mengembalikan 'uang foya-foya' yang diterimanya sebagai anggota dewan. Rakyat pun melihat keseriusannya memperjuangkan nasib mereka lewat berbagai statement dan tindakannya dan pada ujungnya memintanya mencalonkan diri dalam pilkada langsung untuk memilih bupati Belitung Timur. Ahok pada awalnya menolak dengan beralasan dirinya tidak mungkin menang mengingat etnis Tionghoa adalah minoritas dan pemeluk Islam di Belitung Timur, kampung halaman Yusril Izha Mahendra, mencapai 98% dari total populasi. Oleh karena desakan yang kuat, Ahok pun maju mencalonkan diri dengan didukung oleh gabungan parpol-parpol kecil.

Tanpa diduga sebelumnya Ahok dan pasangannya berhasil memenangkan pilkada dengan peralihan suara diatas 60 persen. Alhasil, Ahok pun dilantik untuk menjadi Bupati Belitung Timur untuk periode 2005-2010. Hal ini menyebabkan Ahok menjadi bupati Tionghoa pertama dalam sejarah Indonesia dan sekaligus membuktikan bahwa rakyat kita sudah cukup cerdas dan tidak mau dibodohi dengan isu-isu SARA yang cuma digunakan untuk kepentingan politik sekelompok orang semata. Selama menjabat Ahok memiliki komitmen utama untuk menyejahterakan rakyatnya dan ini dibuktikannya dengan memangkas anggaran perjalanan dinas bupati dan dialokasikan kemudian untuk membayar asuransi kesehatan seluruh warga Belitung Timur melalui PT Askes. Kebijakan ini juga menjadikannya bupati pertama di Indonesia yang memberikan Universal Health Care kepada warganya. Rakyat yang sakit, entah miskin atau kelas menengah tidak perlu kuatir karena mereka dapat mendapatkan pengobatan secara cuma-cuma yang ditanggung oleh PT Askes yang dibayar preminya oleh pemerintah kabupaten Belitung Timur. Ahok juga menggratiskan biaya pendidikan bagi seluruh rakyat Belitung Timur yang masih bersekolah hingga ke jenjang S1 perguruan tinggi. Semua ini membuktikan bahwa pendidikan dan kesehatan gratis bagi warga bukan merupakan hal yang mustahil asalnya ada niat dan kemauan dari pihak pemerintah daerah.

Sukses sebagai bupati membuat Ahok memberanikan diri mencalonkan diri menjadi gubernur Bangka Belitung pada Pilkada tahun 2007. Keputusan ini mengakibatkannya harus mengundurkan diri sebagai Bupati Belitung Timur karena sesuai Undang-Undang, pejabat pemerintahan yang hendak maju dalam pemilu harus lebih dahulu menanggalkan jabatan sebelumnya. Ahok dan pasangannya hampir saja memenangkan pilkada oleh karena selalu memimpin penghitungan suara sejak awal penghitungan namun harus menerima kekalahan pada 2 jam terakhir oleh apa yang diduga adalah sebuah kecurangan. Sengketa pilkada Babel ini pun dibawa ke Mahkamah Agung dimana MA memutuskan untuk memenangkan pasangan lainnya. Saat ini, Ahok yang tidak memiliki jabatan apapun, mendirikan Center for Democracy and Transparency (CDT) dan berkampanye untuk menjadi anggota DPR partai Golkar daerah pemilihan Propinsi Bangka Belitung.

Buku "Merubah Indonesia" karangan Ahok ini bukan hanya sebuah otobiografi, namun juga berisikan ulasan-ulasan tentang idealisme Ahok dalam memperjuangkan nasib rakyat kecil. Oleh karena ini buku ini sangat menarik untuk dibaca, terlebih lagi dilengkapi dengan banyak foto yang menggambarkan sosok Ahok di tengah masyarakat serta juga sebuah VCD yang berisikan wawancara Ahok dengan QTV. Prakata untuk buku ini dibuat oleh Christianto Wibisono, tokoh etnis Tionghoa lainnya yang dikenal kritis. Dalam pengantarnya, beliau membandingkan sosok Ahok Basuki dengan Ahok sebelumnya yang dimiliki Indonesia, Soe Hok Gie. Buku ini dijual seharga Rp. 50.000,- dan bisa didapatkan di toko buku Gramedia terdekat atau bisa juga melalui Gramedia Online.

Baca lebih lanjut mengenai Basuki Tjahaja Purnama (Ahok):

Comments

Elvin Boers said…
saya mulai tertarik dgn pak Ahok dgn prinsip2 dan nilai2 hidup yg pratekkan. negara kita ini miskin dgn teladan pemimpkn dan politisi yg bersih. *kayaknya sy terlambat mendengar tntang beliau nih* thank you tulisannya. saya segera cari bukunya.
Anonymous said…
Hebat!!
Sebagai salah satu etnis tionghoa di Indonesia, saya bangga terhadap bapak Ahok
Tapi sepertinya saya agak terlambat mendengar tentang pak Ahok kalau saja beliau tidak ikut menjadi cawagub DKI Jakarta
Segera mencari buku ini ^^
UtopiaFNC said…
*MENGUBAH
wa o de said…
andai saja semua pemimpin seperti ini mungkin indonesia tidak miskin,tidak akan ada masyarakat yang jual diri hanya demi gaya hidup yang mentereng,gak akan ada anak yang putus sekolah tak akan ada pengemis,dan rumah yang tak layak huni