The Basics of Digital Marketing



Tulisan ini saya buat untuk blog The Marketeers.

Saya adalah bagian dari generasi yang menggunakan Internet sebagai kebutuhan dasar sehari-hari. Sudah lewat masa dimana orang mengakses internet lewat warung Internet seminggu sekali untuk mengecek apakah ada email masuk. Kebutuhan Internet saya juga bukan sekedar membangun hubungan antar manusia via chatting dan situs pertemanan. Kebutuhan Internet saya adalah bagian dari kebutuhan bisnis saya dimana saya menjalin relasi dan kerja sama bisnis lewat dunia virtual. Untuk itu bagi orang-orang seperti saya, smart phones, seperti Blackberry, iPhone, dan sejenisnya adalah kebutuhan dan tidak berada di tempat dengan hot spot adalah amat menjengkelkan. Saya adalah bagian dari generasi digital dimana apa yang saya baca di Internet akan memiliki pengaruh besar dalam kehidupan saya.

Saya menggunakan Google puluhan kali dalam sehari untuk mencari tahu mengenai berbagai hal. Jika saya berpergian misalnya, saya akan melakukan Google searching terlebih dahulu sebelum saya bertanya kepada teman saya yang ada di sana atau pernah ke sana. Sebelum saya memutuskan untuk membelanjakan uang saya untuk menonton film terbaru atau membaca buku terbaru, saya akan berpaling pada ‘Oom Gugel’ yang baik hati untuk memberikan saya afirmasi bahwa uang saya tidak akan terbuang percuma. Ketika saya sakit, maka selain mendengarkan apa kata dokter saya, saya akan melakukan pencarian Google untuk menelusuri lebih lanjut soal penyakit saya. Dengan kata lain, apa yang disajikan oleh Google di laman-laman hasil pencariannya akan memiliki pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan saya.

Apa yang paling mempengaruhi saya dalam beragam laman web yang direkomendasikan Google kepada saya? Jawabannya ialah tulisan orang-orang biasa seperti saya. Saya menghargai cunsumer reviews lebih dari promotional ads karena saya melihat consumer reviews lebih dapat dipercaya dibandingan promotional ads yang memang didesain untuk menampilkan flawless branding. Kebanyakan website yang jualan barang seperti Amazon dan sejenisnya kini bahkan memiliki product review section yang pasti akan saya baca. Kebanyakan situs yang berhubungan dengan jasa, misal jasa akomodasi, juga mempunyai consumer review section dimana kita bisa membaca testimonial dari orang lain yang sudah terlebih dahulu memanfaatkan jasa mereka. Selain itu tersedia banyak user-generated content yang bisa diakses dari jutaan blog dan situs social media. Jadi siapapun sekarang bisa melakukan customer satisfaction mini survey dengan melakukan pencarian di mesin pencarian seperti Google dan sejenisnya.

Jadi bukan siapa yang mengatakannya yang penting, tapi apakah nada komentar para consumer tersebut positif atau negatif. Saya biasanya akan melakukan pengukuran sederhana seperti: berapa persen yang memberikan respons positif dan berapa persen yang memberikan komentar negatif mengenai sebuah brand. Komentar positif di atas 80% berarti produk brand tersebut layak dicoba dan komentar negatif di atas 50% berarti produk brand tersebut sebaiknya tidak dicoba. Komentar positif antara 51-80% berarti produk brand tersebut kurang direkomendasikan. Saya beranggapan, dengan melakukan online mini survey seperti ini akan menyelamatkan saya dari membuat keputusan yang salah. Saya bahkan sekarang bisa melakukannya dengan cara yang lebih mudah, yakni dengan bertanya pada follower saya di twitter. Saya beruntung punya banyak follower, jadi apapun yang saya tanyakan akan mendapat respons dari banyak pengguna twitter lainnya, yang tentunya memiliki tingkat kepercayaan tinggi.

Pembentukan opini positif adalah sesuatu yang dikejar oleh semua brand. Jika selama bertahun-tahun mereka berusaha mengontrol pemberitaan di media massa untuk pembentukan citra, kini mereka harus melakukannya di web 2.0 di mana sekarang opini siapapun bernilai. Seperti saya katakan tadi, ini bukan soal siapa tapi soal berapa. Para selebritas bukan lagi dinilai sebagai influencer tapi sebagai buzzer atau orang yang memulai social conversation di online social media. Kita tidak bisa mencegah orang lain memberikan negative reviews, namun kita bisa mengalahkannya dalam hal jumlah perbandingan dengan positive reviews. Di lain pihak, Google pun mengetahui kecenderungan generasi digital seperti saya sehingga mereka memberikan pagerank yang tinggi kepada blog. Tak lama kemudian, hal ini tercium oleh para pelaku bisnis dan sebagai efeknya mulailah dikenal istilah ‘paid reviews’ yang tak lama kemudian berusaha dihentikan oleh Google dengan merombak sistem pagerank mereka. Pada akhirnya, pihak brand pun harus menyadari mereka harus berhenti ‘preaching’ kepada generasi digital dan mulai melakukan connection, conversation, dan collaboration.

Consumer negative reviews bukanlah sesuatu yang harus dibasmi melainkan sebuah alat feedback yang bagus untuk brand bisa meningkatkan kualitas produk mereka. Bukankah kepuasan konsumen adalah hal utama yang hendak dituju. Sebaliknya, ketika para konsumen puas dengan produk suatu brand, mereka akan dengan sukarela memberikan penilaian positif dan rekomendasi ke komunitas mereka. Sebagai akibatnya, brand akan mendapatkan banyak voluntary marketing agents yang melakukan digital marketing dengan senang hati dan tidak merasa diperalat.

Jadi, perubahan-perubahan yang kian cepat terjadi di tengah masyarakat pada akhirnya membentuk generasi baru yang lebih digital dari sebelumnya. Internet adalah sumber informasi utama mereka dan cara-cara pemasaran konvensional seringkali tidak cocok untuk diterapkan di pasar digital. Brand perlu menyadari bahwa di ranah digital, kepuasan konsumen adalah hal pokok yang esensial. Konsumen yang puas adalah tujuan digital marketing karena mereka akan dengan sukarela menjadi pemasar bagi brand tersebut.

Comments

Devita said…
ko, aku ngetag kamu stylish blogger award. ayo relaksasi sambil mengenal diri sendiri ko:

http://paintyourlife.blogspot.com/2011/03/stylish-blogger-award.html
p3durungan said…
Komersialisasi juga telah sedemikian dalam meracuni internet, sadarkah jika "consumer review" ataupun "pembentukan opini" telah menjadi "hot item perdagangan"? Customer review tidak lagi bisa diandalkan sebagai referensi, terutama karena bias/deviasinya sudah melebihi batas kritis nya.

Para pemain "paid to review" bahkan bisa menghasilkan 8000$ per bulannya :) sebutkan saja, tweet, fanspage, social bookmark bahkan google+ pun bisa dimanipulasi (diperjual belikan) untuk menghasilkan customer review dan opini yang positif.

IMHO : jangan terlalu percaya terhadap apa pun yang Anda baca dari laman internet, recek dan triple cek.