Merencanakan Karir Masa Depan


Masa depan pastinya akan lebih menantang dari masa sekarang. Pertanyaannya sekarang, apakah kita siap untuk menghadapi masa depan?

Tulisan ini berbicara soal merencanakan karir masa depan dimana masa depan belum dapat diramalkan oleh karena perkembangan pesat teknologi. Apakah kita siap untuk itu?

Berapa banyak generasi orang tua kita yang tersingkir dari karir oleh karena tidak siap menghadapi kondisi zaman sekarang? Umumnya mereka tersingkir oleh karena gagap teknologi. Apakah mereka bisa disalahkan? Tidak juga. Kemampuan mereka terlatih berdasarkan teknologi waktu itu, namun teknologi berjalan begitu cepat, lebih cepat dari yang semua kita duga. Generasi orang tua kita dilatih untuk menggunakan mesin tik, sedang generasi sekarang sudah dituntut mampu mengoperasikan komputer tablet. Dunia pekerjaan tentunya senantiasa menuntut kemampuan menggunakan teknologi yang mengikuti perkembangan zaman. Belum lagi semakin bertambah pesatnya ledakan populasi sehingga persaingan untuk mendapatkan pekerjaan yang baik akan semakin ketat.

Saya sendiri tidak pernah belajar komputer selama saya di bangku sekolah. Komputer pertama yang saya sentuh di bangku kuliah pun masih menggunakan floppy disk, sedang sekarang? Sudah zamannya cloud computing menggunakan macam Dropbox atau Google Drive. Bahkan flashdisk pun sudah mulai tidak zaman. Ini cuma gambaran betapa teknologi melompat melebihi ekspektasi kita dan pertanyaannya apakah 30 tahun lagi kita masih relevan? Atau sudah masuk kalangan yang gaptek?

Berdasarkan pengamatan dan pengalaman, berikut persiapan survival di masa depan menurut hemat saya:
  • Belajar itu lebih penting dari bersekolah. Tidak penting pernah sekolah dimana, yang penting ialah punya kebiasaan belajar atau tidak. Saya sering katakan bahwa mau sekolah di Harvard sekalipun, ujung-ujungnya ialah nanya ama mbah Gugel. Intinya ialah internet membuat kita bisa belajar cepat, maka itu manfaatkan untuk senantiasa belajar. Learning habit akan membawa kita terbuka pada kesempatan-kesempatan baru. Jangan pernah jenuh belajar, selalulah tertarik untuk belajar dan mencoba hal-hal baru.
  • Bahasa itu modal utama. Belajar dari pengalaman generasi senior kita yang tersingkir dari kesempatan promosi oleh karena kemampuan bahasa Inggris yang kurang, maka untuk masa depan kita sangat amat perlu menguasai banyak bahasa. Penguasaan beragam bahasa akan membuka kita pada banyak peluang-peluang, sementara yang tidak bisa bahasa asing, rezekinya tentunya terbatas. Saya punya feeling bahwa untuk masa depan kita perlu kuasai bukan hanya bahasa Inggris, namun juga beberapa bahasa asing lain.
  • Kemampuan komunikasi dan sosialisasi yang baik adalah segalanya. Warren Buffet mengatakan kalau di perusahaan manapun, mereka dengan skill komunikasi yang baik akan lebih cepat dapat promosi ketimbang lainnya. Wajib untuk bisa presentasi dan tidak gugup di depan orang lain.
  • Selalulah siap untuk berpindah-pindah profesi. Masa depan akan membuka peluang untuk demand terhadap profesi-profesi baru dan tentunya ini adalah kesempatan bukan untuk para specialist, tapi untuk mereka yang cakap dan berbakat untuk menekuni profesi yang baru. Saya ambil contoh, sekarang sedang booming profesi social media manager atau social media consultant. Ini adalah profesi yang belum ada 5 tahun lalu, namun sedang dicari-cari oleh banyak perusahaan. Selalulah siap ada lebih cepat dari orang lain ketika akan timbul profesi baru. Bayarannya mahal lho, soalnya yang expert masih jarang. Coba pikir apa kira-kira profesi baru yang akan banyak dibuka tahun depan?
  • Yang utama bukan titel, tapi personal branding. Mereka yang dikenal, akan dicari. Ini sudah hukum alam. Kalau kita punya titel tapi tidak ada yang tahu kita, maka selamanya kita akan menjadi pelamar pekerjaan. Namun jika kita memiliki personal branding yang kuat, meski tanpa titel, kita akan dicari-cari oleh para employer.
  • Selesaikan pendidikan hingga S3. Lho, koq sepertinya berlawanan ya dengan yang saya jabarkan sebelumnya. Sebenarnya tidak. Bangku sekolah tetap ada gunanya. Kenapa harus selesai hingga S3? Karena ketika tidak ada lapangan pekerjaan untuk kita lagi, kita bisa tinggal apply di salah satu universitas dan menjadi dosen. At least, kita masih bisa kerja hingga memutuskan untuk pensiun.
Nah, itu kira-kira wejangan dari saya. Mungkin ada yang mau menambahkan? Silakan nimbrung di bagian komentar di bawah.

Related Post:
Enter your email address:

Comments

Hadi said…
jiwa ber-wirausaha? :)
Jed Revolutia said…
@Hadi, Jiwa berwirausaha memang penting, namun yang dibahas di tulisan ini adalah tentang karir. Wirausaha tentunya berbeda dengan karir.
Hadi said…
ohh, my bad.
Unknown said…
Lebih tertarik untuk berwirausaha. Tapi bekerja di bidang kreatif kayaknya asyik juga, kan kebanyakan orang-orang bidang ini banyak menggunakan personal branding. Cmiiw