Anti Koruptor Belum Tentu Anti Korupsi


Rakyat Indonesia sesungguhnya belum anti korupsi, baru anti koruptor saja.

Anti korupsi dan anti koruptor sangatlah berbeda jauh. Jika seseorang anti korupsi, maka yang dibenci ialah tindakan korupsi sehingga dia akan merasa jijik pada dirinya sendiri apabila dia melakukan korupsi. Seseorang yang anti koruptor belum tentu anti korupsi karena yang dibenci adalah koruptornya. Anti koruptor tidak suka jika orang lain mendapat untung dari korupsi, karena pada dasarnya dia ingin dia yang kecipratan bukan orang lain. Anti koruptor tentunya jijik pada koruptor dan ingin koruptor diberantas, tapi tentunya bukan berarti dia tidak akan korupsi, sebenarnya mau, cuma belum dapat kesempatan saja.

Seperti yang sudah saya bahas di tulisan berjudul Memberantas Korupsi Sistemik, jenis korupsi di Indonesia bukanlah insidentil, tapi sudah menjadi budaya. Seseorang yang bersih belum tentu anti korupsi karena bisa jadi dia bersih karena terbantu oleh lingkungan yang tidak mendukung dia untuk korupsi. Ketika si bersih berada di tempat yang basah, tentunya segala godaan mulai datang, akibatnya dia terseret arus mau ga mau untuk ikut bermain curang supaya posisinya aman. Untuk itu saya tidak setuju jika kita dalam pemilu diminta untuk sekedar memilih orang bersih, karena orang bersih bisa jadi karena selama ini dia diluar sistem. Lebih baik memilih orang yang sudah teruji bersih, karena tidak gampang untuk melawan godaan korupsi ketika semua orang melakukannya tanpa rasa bersalah.

Bagaimana kita tahu seseorang anti korupsi? Bisa dilihat dari kesehariannya, apakah dia jujur karena diawasi atau karena dia merasa dirinya buruk apabila dia tidak jujur. Apakah dia tidak mencontek karena takut ketangkap basah atau karena dia punya kesadaran mencontek itu salah sehingga ada atau tidak ada pengawas ujian, dia akan tetap jujur. Seseorang yang anti korupsi akan sadar kalau tindakan mencontek akan merampas hak anak yang belajar untuk dapat nilai lebih tinggi dari anak yang tidak belajar. Apakah dia taat peraturan lalu lintas hanya ketika ada polisi mengawasi atau tetap taat ketika kesempatan untuk tidak taat terbuka lebar. Seseorang yang anti korupsi akan tetap berpegang pada keyakinan hati nuraninya meski ada kesempatan curang terbuka lebar dan tidak ada yang tahu.

Sering kita dengar ungkapan "tidak masalah mencontek asal gak ketahuan". Tidak masalah tidak jujur asal tidak ada yang tahu. Kemudian lagi ada ungkapan "curang-curang dikit tidak masalah lah" yang menggambarkan karakter rakyat kita yang permisif dan menganggap korupsi itu dapat diterima selama dilakukan dengan tidak membuat yang dicurangi sadar kalau dia sudah dicurangi. Ini adalah gejala masyarakat yang anti koruptor namun tidak anti korupsi. Mereka girang ketika koruptor ditangkap karena merasa dicurangi, namun tidak punya hati nurani untuk merasa bersalah apabila mereka mencurangi orang lain. Mereka merasa tidak masalah buang sampah sembarangan karena toh bukan tempat mereka ini, tapi tempatnya orang lain. Selama yang rugi orang lain dan saya diuntungkan, mengapa harus merasa bersalah.

Dalam pemilu ini saja, ada politisi-politisi yang mengajarkan kepada konstituennya: "kalau ada yang bagi-bagi duit, ambil saja, tapi jangan pilih orangnya" dan saya yakin ini di-amin-kan oleh banyak orang di Indonesia padahal politisi tersebut sedang mengajarkan korupsi ke rakyat. Ketika ada yang membayar kita untuk melakukan sesuatu, lalu kita tidak melakukan seperti yang kita janjikan, apa itu namanya kalau bukan korupsi? Seseorang yang berkompromi dengan korupsi tentunya tidak dapat dipercaya untuk memberantas korupsi. Seseorang yang anti korupsi tidak akan mengajarkan rakyat untuk mentolerir politik uang. Dia akan mengajarkan untuk melaporkan pelaku pemberi uang ke panwaslu. Dia akan mengajarkan rakyat untuk berkata: "saya boleh miskin, namun saya tidak mempan disogok." Baca juga Menggadaikan Pendirian Demi Uang. Baca juga Indonesian Idol dan Pemilu 2014.

Bagaimana mengubah ini semua? Tidak lain harus lewat pendidikan karakter, terutama oleh orang tua, bukan hanya lewat kata-kata tapi juga lewat contoh perilaku. Mengapa orang tua? Ya karena anak akan meniru sebagian besar perilaku orang tua dan menyerap nilai dan norma dari mereka. Orang tua yang baik akan mengajarkan anaknya untuk tidak buang sampah sembarang karena akan merugikan orang lain, kebanggaan karena mengerjakan soal ujian dengan jujur, dan perlunya mentaati peraturan lalu lintas ada atau tidak ada polisi lalu lintas yang mengawasi. Ketika orang tua misalnya menyogok pihak sekolah agar anaknya diterima atau dinaikan, jangan heran kalau anaknya nanti besar jadi koruptor. Pemberantasan korupsi harus dimulai di rumah tangga, bukan hanya lewat kata-kata tapi juga lewat perilaku.

Orang yang pro KPK belum tentu anti korupsi lho. Bisa jadi dia pro KPK karena dia anti koruptor. Kalau dia anti korupsi, dia akan ikut membantu pemberantasan korupsi, dimulai dari rumah tangganya sendiri, dimulai dari anak-anaknya sendiri. Terserah Anda sekarang, mau tetap anti koruptor atau mulai komitmen untuk anti korupsi.

Sumber Foto: tautan

Enter your email address below:

Comments

adi said…
Kalo pemberian barang dr caleg trtentu, adakah batasan yg menjadikannya trmasuk politik uang atau sekadar sosialisasi?