Gue tertarik menulis ini setelah berkunjung ke blognya Pandji dan mendapati tulisan ini:
"I use to love going out with different girls. Until I came home to an empty home. No matter how fun it was during the day, I came back home to find myself alone. And then there’s silence. There will come a day, where you’ll trade the excitement of having sex with a lot of people with the comfort of living with 1 person The lovely feeling of coming home, is the kind of peace you can get without having to go through war. Bahagia itu sederhana"
Sobat gue, Pandji, telah melalui fase kehidupan dimana akhirnya dia menemukan bahwa sudah waktunya dia berumahtangga. Berbagai nilai yang sebelumnya dia anggap benar akhirnya ter-challenge dengan sebuah nilai yang baru, yakni nilai sebuah rumah tangga, seorang istri dan anak-anak. Semua orang akan melalui fase yang sama, sampai dia siap mental untuk menempuh hidup baru. Di sisi lain, sobat gue yang lain, Brigida Alexandra berencana untuk tidak berumahtangga, seperti yang dia tulis di blog ini. Well, gue men-challenge Bree kalau keputusannya tersebut juga disebabkan faktor usia dan proses kehidupan. Seiring bertambahnya usia dan pengalaman kehidupan, pendapat kita akan kehidupan pun akan berubah juga. Nilai-nilai yang selama ini kita anggap benar dan valid akan selalu ditantang oleh perubahan zaman dan juga faktor usia.
Apa itu pernikahan? Well, ada yang menganggap pernikahan adalah sebuah simbol ikatan dari dua orang yang saling mencintai. Gue kurang sreg dengan definisi ini karena tidak semua pernikahan terjadi karena cinta dan tidak semua pasangan akan tetap saling mencintai setelah mereka menjadi suami-istri. Bagi gue, definisi yang lebih tepat dari pernikahan ialah awal semua rumah tangga baru, dimana pasangan memutuskan from now on, mereka akan mengambil peran sebagai suami dan sebagai isteri. Menjadi suami dan isteri adalah peran sosial dan di dalamnya terdapat sebuah tanggung jawab, untuk menjadi orang yang paling bertanggung jawab terhadap satu sama lain. Jika kita belum menikah, sesuatu terjadi pada kita, maka yang akan dicari ialah orang tua kita, sebagai pihak yang mempunyai tanggung jawab atas kita. Jika kita sudah menikah, sesuatu terjadi, maka suami atau isteri kita yang akan dicari. Pernikahan seringkali akan berujung pada bertambahnya tanggung jawab dengan lahirnya anak-anak yang harus dijaga dan dipelihara.
Beberapa minggu lalu, pas gue potong rambut di sebuah salon, di sebelah gue ada wanita yang sedang di creambath. Gue sempat menguping percakapan antara wanita tersebut dengan karyawan salon tersebut. Wanita itu bercerita kalau dia sedang dalam proses perceraian setelah menikah selama seminggu padahal sebelumnya dia sudah berpacaran dengan orang yang menjadi suaminya selama 6 tahun. Marriage is not the same as loving each other, karena pernikahan adalah peran sosial, dan tidak semua orang siap untuk itu.
Poin gue ialah kalau belum siap menikah, ya pacaran saja, just have fun. Kalau sudah siap menikah, maka jangan tunda untuk berumah tangga. Pacar yang luar biasa belum tentu akan menjadi suami atau isteri yang luar biasa juga. Karena untuk dua hal tersebut dibutuhkan kemampuan yang berbeda.
Mereka yang sudah siap menikah ialah mereka yang gue sebut sebagai husband material and wife material. Dulu gue pernah bikin seri tweet tentang ini, ringkasannya ada di bawah ini:
Some women choose not to hang around with a husband-material men, because they don't feel that they are wife materials.
Banyak juga cewek yang mutusin cowoknya simply karena cowoknya kelewat baik, dan mereka takut nggak bisa jadi cewek yang baik.
Tidak ada orang yang mau hidup sambil merasa perasaan bersalah, apalagi jika itu ketakutan akan gagal.
Husband material itu kayak nice, caring, fatherly, responsible, financially secure, and most importantly loyal. Contrary to popular belief, nggak semua cewek dambakan cowok dengan husband material. Kecuali mindset mereka sudah siap berkeluarga.
Mereka melihat cowok husband material ini sebagai mbosenin. Nggak ada daya tarik karena sudah gampang ketebak alurnya.
Experience taught me this : Guys, kalo belum married, jangan act as if kamu udah jadi suaminya. Kenyataan dia belum married artinya dia belum butuh suami.
Jadi cowok juga harus menyesuaikan diri dengan ekspektasi ceweknya. Pas dia butuh kamu sebagai pacar, ya pacarin aja. Don't act as her husband.
Act as a husband itu kayak selalu nolongin dia, selalu carikan solusi buat dia, atau provide her needs, dengan kata lain untuk menghidupi dia.
Nggak semua cewek itu dewasa kok, mostly they just wanna have fun, so give them fun. Jangan jadi orang yang gampang ketebak, karena nggak fun banget.
Nanti pada masanya tiba, mereka akan emotionally ready to be a wife, at that time they expect you to have a husband material.
Boys, solusinya bukan jadi bad boys, tapi ngerti kondisi psikis cewekmu. Tangkap apa yang jadi harapannya. Don't provide what she doesn't need.
Pas cewek udah punya anak, orientasinya berubah. Untuk kelangsungan hidupnya dan anak, they need security. Cowok baik dan setia diminati.
Sebelum punya anak, orientasi cewek ya having fun. They like to be selfish because they know they will lose themselves once they be mothers.
Intinya, kayak orang jualan aja. Kamu harus ngerti 'pasar'-mu. "Buka Starbucks di Tanah Abang sama aja harakiri".
Dan jangan ketipu, kalo cewek demen anak kecil dan bilang pengen cepet punya anak itu artinya bukan gw pengen cepet kita nikah!
Why? Karena basically semua cewek suka anak kecil. Kalo nggak suka, kemungkinan besar itu pertanda mereka nggak mau punya anak. So, suka bukan berarti mau sekarang.
Kalo seseorang nggak siap, ditawari sesuatu yang wah, bisa bikin stress lho. Kalo dia nolak, bukan berarti dia nggak mau. Simply nggak siap.
Cowok cenderung sibuk cari jalan menuju tujuan sedang cewek sibuk menilai apakah dia menikmatinya atau tidak.
Cewek suka love stories dan mikirin about their own love stories. Cowok pengen langsung ke ujung cerita dan menikmati hidangan.
Bisa dikatakan apa yang gue tulis di atas sedikit bias, namun kira-kira sama for both gender. Pernikahan adalah masalah mentalitas, engage to it when you are ready, not because you are afraid you will end up single and lonely.
Related post:
Comments
Eh, udah rajin ngeblog lagi, nih? hehe... Welcome!
Saya suka sama statement ini ^^ banyak pria yang bersikap seperti suami disaat masih pacaran dan kadang lupa bahwa di sisi wanita, menikah berarti siap menjadi istri dan ibu. Which is a very big responsible ^^
Post a Comment