Behind The Scenes: Sang Kyai (2013)


Pada hari Minggu yang lalu (16 Desember 2012), saya diajak seorang teman untuk melihat dibalik layar pembuatan film "Sang Kyai" di Solo yang mengangkat kisah perjuangan KH Hasyim Asy'ari (1875-1947) melawan penjajah. Sebuah pengalaman unik buat saya karena ini adalah kali pertama saya menyaksikan langsung proses pembuatan sebuah film. Saya tertarik untuk menempuh ratusan kilometer dengan kereta api dari Jakarta-Solo dan Solo-Jakarta sesudahnya oleh karena rasa ingin tahu yang tinggi terhadap film tersebut. Film "Sang Kyai" yang diproduksi oleh Rapi Films ini rencananya akan tayang di bioskop sekitar bulan Juni 2013. Film ini disutradarai oleh Rako Prijanto dan diperankan oleh Ikranagara (KH Hasyim Asy'ari), Christine Hakim (Nyai Kapu), Agus Kuncoro (KH Wahid Hasyim), Adipati Dolken (Harun), dan juga Dimas Aditya (Husyein). Syuting mengambil tempat di Kediri, Nggondang Klaten, Ambarawa, Semarang, dan pengambilan gambar terakhir di Solo, dimana saya berkesempatan hadir menyimak.

As you all know it, saya adalah seorang pecinta sejarah dan film seperti Sang Kyai tentunya akan menjadi salah satu film di Must Watch List di tahun 2013. KH Hasyim Asy'ari sendiri adalah seorang tokoh besar yang paling dikenal sebagai pendiri Nahdlatul Ulama (NU), ormas Islam terbesar di tanah air. Mbah Hasyim (demikian panggilan akrab beliau) adalah ayah dari KH Wahid Hasyim (Menteri Agama pertama RI) dan kakek dari KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur (Mantan Presiden RI). Cuplikan kisah Mbah Hasyim yang diambil sebagai tema film adalah seputar Resolusi Jihad yang terkait dengan seruan perjuangan yang menjadi pemicu peristiwa 10 November 1945 di Surabaya, yang kemudian kita peringati sebagai Hari Pahlawan. 

Seperti yang kita ketahui bersama, film nasional bertema sejarah sangat jarang digarap oleh para produser di tanah air. Penyebabnya tentunya klasik, yakni sepinya peminat, selain membutuhkan budget yang tidak sedikit. Bahkan film-film berat pemenang Oscar pun hanya laku ketika diputar di Jakarta, sedang melempem ketika diputar di daerah. Film-film murahan macam hantu-hantuan yang erotis berbudget rendah malah menjadi magnet bioskop di daerah. Bagi produser, tentunya profit yang dihasilkan sebuah film menjadi target utama, minimal balik modal. Oleh karena itu pihak produser, Sunil Samtani dan Rapi Films, layak diapresiasi dengan keberanian untuk memproduksi film Sang Kyai ini dengan budget 10 milyar dan melibatkan aktor-aktor kawakan untuk memastikan kualitas film.

Saya sempat berbincang dengan Ikranagara, maestro teater yang memerankan KH Hasyim Asy'ari di film Sang Kyai ini. Pak Ikra adalah sosok yang ramah dan energetik meski usianya nyaris 70 tahun. Menurutnya memerankan sosok Sang Kyai adalah tantangan tersendiri secara seni peran. "Menjadi orang yang low profile seperti sosok Sang Kyai, saya nggak kuat. Bisa sakit jantung saya. Saya bilang ke sutradaranya, tolong jangan dijadikan film seri ya ini. Karena jujur saya nggak kuat. Ketika ada unsur emosi, saya diwajibkan tidak menunjukkannya." ungkap Pak Ikra.

Untuk memperkuat drama pada film, sutradara Rako Prijanto menambahkan karakter fiktif  Harun yang diperankan oleh Adipati Dolken sebagai gambaran sosok pemuda yang diinspirasi oleh Sang Kyai.  Menurut pengakuan Adipati, berbeda dengan Sang Kyai yang kalem menghanyutkan, Harun adalah pemuda yang meletup-letup. Sebagai pemuda pada umumnya, Harun juga memiliki kisah cinta yang menjadi pemanis cerita di film Sang Kyai sehingga penonton nantinya tidak jenuh. Untuk keseriusannya memerankan Harun, Adipati mengatakan dirinya bermeditasi dan berjemur untuk menghitamkan kulit. Ketika kunjungan saya ke lokasi syuting di benteng Gedung Juang 45 Solo, Adipati bahkan sempat cidera akibat adegan yang dilakukannya.

Selama 5 jam di lokasi syuting, saya melihat betapa sulitnya proses pembuatan film. Untuk pengambilan gambar selama 1 menit di film bisa membutuhkan berjam-jam proses syuting. Dibutuhkan latihan, berkali-kali take-cut, untuk mencapai kesempurnaan. Sungguh, orang-orang yang bekerja di industri perfilman haruslah orang yang perfeksionis. Sepulang dari lokasi, saya memutuskan untuk tidak tertarik menerjuni profesi yang berkaitan dengan perfilman (kecuali penulis naskah atau marketing mungkin), dan memilih untuk menjadi penonton saja. Namun, saya semakin salut dengan semua yang terlibat dalam pembuatan film, karena mereka mempunyai energi dan semangat luar biasa.

Penasaran dengan filmnya? Ya tunggu saja tanggal tayangnya. Berikut adalah cuplikan pengambilan gambar yang saya hadiri. Ini adalah pengambilan gambar serbuan pejuang Indonesia ke sebuah benteng Jepang untuk membebaskan Sang Kyai yang ditahan.


Follow twitter @SangKyai_Movie untuk informasi lebih lanjut. 

Related Posts:

Enter your email address:

Comments

mt said…
nice post
Unknown said…
Bukannya Mbah Hasyim itu orang Jombang ya? Kok syuting gak di Jombang ya?
Jed Revolutia said…
@Mochammad, iya mestinya di pesantren tebu ireng, namun pesantrennya sudah modern sekarang, jadi tidak cocok untuk pengambilan gambar bersetting zaman penjajahan. Karenanya syutingnya di tempat-tempat bersejarah.
Fida Abbott said…
Yg bener 16 Desember 2012, Mas Jed, hehehe...
bisri said…
seorang ulama adalah pewaris ilmu dan pewaris keagungan para nabi..apalagi kyai seprti KH Hasyim Asy'ari yg juga merupakan khadhorotusyaih.. yaitu sebagai master dan guru besarnya para kyai...mudah2an dg film ini setidaknya bisa menjadi inspirasi dan referensi model hidup bagi kita semua...amin..
Agus Hariyanto said…
wahhh bangga rasanya.. kalau gni kan jadi tau sejarahnya Mbh Kyai Hasyim...
Rusa said…
Ahhhh.. Penasaran banget sama filmnyaa...