Selalu Ada Pilihan Tidak Selalu Baik


"Life is really simple, but we insist on making it complicated." ~ Confucius

Bayangkan suatu hari dimana setelah banyak aktivitas, perut Anda merasa lapar. Tentunya ini adalah pengalaman familiar bagi semua orang. Bayangkan ketika lapar, teman Anda menawari untuk mentraktir Anda makan di mall. Luar biasa bukan. Bayangkan juga skenario yang sama, Anda lapar, teman Anda datang membawa 1 kotak nasi bungkus dan memberikannya kepada Anda. Perbedaan antara skenario 1 dan skenario 2 ialah di skenario yang pertama, Anda harus memilih makan apa di mall sedang di skenario 2 Anda tidak perlu memilih karena teman Anda sudah membuat pilihan buat Anda. Pertanyaan saya, apakah Anda akan lebih bahagia pada skenario 1 atau skenario 2? Coba renungkan pelan-pelan.

Tentunya jika berpikir spontan, Anda tentu lebih berharap teman Anda mentraktir Anda makan di mall. Tapi sekarang saya tanyakan, dalam skenario mana Anda akan merasa lebih bahagia? Mungkin Anda terkejut, mungkin juga tidak kalau saya katakan skenario 2 dimana Anda tidak punya pilihan yang akan membuat Anda lebih bahagia.

Coba renungkan sebentar dari manakah asal kebahagiaan? Kebahagiaan datang dari kepuasan. Kepuasan datang dari mana? Kepuasan datang dari rasa bersyukur. Dalam skenario 2 ketika Anda lapar dan teman Anda memberikan Anda nasi kotak, Anda akan makan dengan lahap serta penuh rasa syukur. Benar tidak? Sedang skenario 1 meskipun Anda senang teman Anda mentraktir, namun kemudian Anda harus memilih makan apa. Pilihan menyebabkan Anda membuat pertimbangan dan membandingkan, kira-kira lebih enak makan di restoran ini atau di restoran itu. Lebih enak makan menu itu atau menu yang itu. Membandingkan membawa kecemasan dan akhirnya Anda akan merasa tidak puas karena pada ujungnya Anda hanya bisa memilih 1 tempat makan dan bukan tempat lainnya, hanya 1 menu dan menu lainnya.

Anda mungkin berkata, bisa jadi makanan di nasi kotak tidak enak sehingga akhirnya kebahagiaan Anda hilang. Anda akan mengatakan apa yang dipilihkan oleh orang lain belum tentu yang terbaik untuk Anda. Namun dari manakah rasa ketidakpuasan itu berasal? Semua karena Anda merasa ada pilihan lain, yakni Anda tidak perlu menyantap makanan di nasi kotak tersebut karena Anda bisa beli makanan lain. Lalu dari mana Anda tahu ada pilihan lain yang lebih baik kalau Anda tidak punya pilihan lain. Justru karena ada pilihan lainlah, sehingga Anda membandingkan dan merasa ketidakpuasan. Ketika Anda tidak tahu ada pilihan lain, maka Anda akan mengunci otak dan mulut Anda rapat-rapat sambil berpikir, "sudah, syukuri saja apa yang ada."

Menurut Anda lebih bahagia orang yang hidup di pedesaan atau di perkotaan? Dimanakah yang terdapat lebih banyak pilihan, di desa atau di kota? Ternyata mereka yang tinggal di pedesaan cenderung lebih bahagia karena mereka tidak neko-neko, hidup seperti air mengalir, dan tidak pernah punya cita-cita muluk-muluk. Di perkotaan, Anda akan senantiasa membandingkan diri Anda dengan orang lain sehingga Anda cenderung merasa puas ketika melihat orang lain punya apa yang Anda tidak punya. Di pedesaan, semua belajar hidup harmonis dan saling menerima. Di perkotaan, jika kita tidak suka dengan seseorang, kita bisa memilih untuk pergi jauh-jauh. Di pedesaan, sejelek apapun tampang seseorang, pasti ketemu jodohnya. Di kota, secantik atau seganteng apapun, belum tentu ketemu jodohnya. Semakin banyak pilihan justru membuat hidup semakin stress. Orang yang kaya raya akan memiliki semakin banyak pilihan dan justru pilihan-pilihan ini yang membawa banyak masalah. Pilihan untuk punya rumah baru, pilihan untuk punya selingkuhan baru, hingga pilihan untuk melanggar hukum. Hidup akhirnya semakin runyam.

Jika kita menginginkan sesuatu itu karena kita merasa kita akan mendapat kepuasan ketika kita berhasil mendapatkannya. Tentunya hidup jadi berwarna ketika kita mengejar sesuatu dan akan membawa kebahagiaan ketika kita berhasil mendapatkan apa yang kita impikan. Namun apa yang kita rasakan setelah berhasil mendapatkan keinginan kita? Tentunya kita akan merasa puas. Berapa lama? Tidak lama ternyata karena sesudahnya kita akan kembali merasakan kekosongan dan kita pun mulai mengejar yang lain lagi. Terus menerus seperti siklus hingga kita berhenti bernafas. Adanya pilihan membuat kita mengejar berbagai hal dan tidak adanya pilihan membuat kita pasrah dan belajar bersyukur atas apa yang ada.

Masa paling bahagia dalam hidup kita seringkali adalah masa kanak-kanak. Mengapa? karena pada saat itu kita bebas worry dan tidak punya pilihan. Semua pilihan dibuat oleh orang tua kita dan kita hanya mengikut saja. Memang seringkali kita memberontak terhadap pilihan orang tua kita dan merasa kebahagiaan kita dirampas, namun orang tua kita cenderung membuat pilihan untuk menghindarkan kita dari masalah yang lebih banyak. Ketika kita dewasa dan membuat pilihan sendiri, akhirnya kita mulai memiliki kekhawatiran dan penyesalan.

Hidup tanpa pilihan tidak selamanya buruk dan banyaknya pilihan belum tentu membuat hidup kita menjadi lebih berarti. Mari ini jadi bahan perenungan kita bersama.

Sumber Gambar: tautan, tautan

Related Posts:

Enter your email address:

Comments

Anonymous said…
good reflection. semakin kita berpergian ke daerah terpencil semakin menyadari kita hanya butuh sedikit saja, barang bawaan menjadi sedikit, jumlah baju berkurang, tidak perlu membawa ransum seminggu, mengurangi barang-barang yang selalu disesali dan tak terpakai. hal itu juga akan berpengaruh pada gaya hidup, kurang jadwal ke mal, membership gym diganti dengan lari di kompleks rumah, hang out dengan teman diganti bbq.an di rmh dll. Quality over Quantity
Unknown said…
Saya jadi ingat film Public Enemy nya Johny Depp.
Kotak Makanan said…
Betul sekali..
Selalu ada pilihan.

Dus Makanan