17 Agustus, Bakmi, dan Nasionalisme


Salah satu hal yang sering membuat saya takjub ialah masih adanya perdebatan soal pribumi dan non pribumi di tahun 2017. Dan hampir setiap kali label non pribumi diberikan, hampir pasti yang dimaksud ialah suku Tionghoa, yang dianggap pendatang dan bukan pemilik negeri kesatuan ini. Padahal kalau kita mengerti sejarah, suku Tionghoa sudah merupakan bagian integral dari sejarah Nusantara selama berabad-abad lamanya dari zaman ketika Nusantara masih berupa kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha. Terlalu banyak catatan sejarah Nusantara mengenai pengaruh dan andil komunitas Tionghoa di tanah air selama masa-masa sebelum kedatangan V.O.C. sehingga akan terlalu panjang jika kita membahasnya di sini. Saya akan sedikit memberikan bukti yang jelas-jelas bisa dirasakan di saat ini sehingga Anda bisa merasakan Tionghoa sudah merupakan bagian mendarahdaging dari Indonesia, yakni: makanan.

Pertama-tama mari kita belajar sedikit belajar bahasa Hokkien (Fujian), yakni bahasa ibu dari salah satu komunitas Tionghoa di Indonesia, selain juga bahasa Hakka, Kanton, dan Tiochiu. Pengaruh bahasa Hokkien sangat terasa dalam bahasa Indonesia. Misalnya, bisa dikatakan semua makanan yang kita kenal dengan awalan 'bak' adalah serapan dari bahasa Hokkien 肉 'bah' yang berarti 'daging' sebagai bukti hadirnya kultur Tionghoa sejak lama yang memperkenalkan masakan tersebut. Penggunaannya bisa kita lihat pada:
  • Bakmi berasal dari bahasa Hokkien 肉麵
  • Bakso berasal dari bahasa Hokkien 肉酥
  • Bakwan berasal dari bahasa Hokkien 肉丸
  • Bakpia berasal dari bahasa Hokkien 肉餅
  • Bakpau berasal dari bahasa Hokkien 肉包
  • Bakcang berasal dari bahasa Hokkien 肉粽
Contoh lain yang sudah kita anggap normal sehari-hari misalnya kata 'kue' yang merupakan serapan dari bahasa Hokkien 粿 koé yang berarti cakes. Suka makan soto? Silakan googling, Anda akan menemukan kalau soto awalnya berasal dari makanan yang diperkenalkan komunitas Tionghoa bernama 'caudo' sebelum akhirnya menjadi masakan khas Indonesia. Nasi goreng yang sering kita makan juga diperkenalkan oleh komunitas Tionghoa di Nusantara sebelum akhirnya mengalami beberapa perubahan menjadi khas Indonesia.

Beberapa makanan lain yang sudah akrab menjadi bagian dari makanan Indonesia, misalnya:
  • Kata 'mie' (noodle) berasal dari bahasa Hokkien 麵
  • Kata 'bihun' berasal dari bahasa Hokkien 米粉
  • Kata 'kwetiauw' berasal dari bahasa Hokkien 粿條
  • Kata 'tahu' berasal dari bahasa Hokkien 豆腐
  • Kata 'teh' berasal dari bahasa Hokkien 茶
  • Kata 'lumpia' berasal dari bahasa Hokkien 润饼
  • Kata 'pangsit' berasal dari bahasa Hokkien 扁食
  • Kata 'cap cai' berasal dari bahasa Hikkien 雜菜
  • Kata 'cincau' berasal dari bahasa Hokkien 仙草
  • Kata 'cahkwe' berasal dari bahasa Hokkien 油炸鬼
Selain makanan, ada banyak serapan dari bahasa Hokkien ke dalam bahasa Indonesia, misalnya:

  • Kata 'becak' berasal dari bahasa Hokkien 馬車
  • Kata 'loteng' berasal dari bahasa Hokkien 樓頂
  • Kata 'pisau' berasal dari bahasa Hokkien 匕首
  • Kata 'gua' (saya) berasal dari bahasa Hokkien 我, demikian juga 'lu' (kamu) berasal dari bahasa Hokkien  你
  • dan masih banyak lagi lainnya

Kalau bahasa masih belum menjadi saksi, kita tinggal melihat sejarah. Banyak yang lupa sejarah dengan mengatakan suku Tionghoa tidak punya andil dalam kemerdekaan Indonesia. Fakta sejarah tidak bisa diabaikan begitu saja meski banyak yang berusaha menghapusnya. Misalnya:

  • Perang Diponegoro disebut sebagai Perang Jawa II. Hampir semua orang tahu mengenai perang ini. Namun bagaimana dengan Perang Jawa I? Sejarah mencatat Perang Jawa I yang berlangsung tahun (1741–1743) adalah perang komunitas Tionghoa melawan Belanda. Perang ini dipicu akibat pembantaian 10.000 orang Tionghoa di Batavia (Jakarta) yang disebut dalam sejarah sebagai Geger Pacinan sehingga memicu perlawanan dari komunitas Tionghoa di Jawa Tengah bersama dengan komunitas Jawa. Mereka sempat berhasil merebut kota Semarang dari Belanda.
  • Perang Kongsi (1822-1885) antara komunitas Tionghoa yang waktu itu sudah mendirikan Republik Lanfang di pulau Kalimantan melawan Belanda. Kekalahan Republik Lanfang yang sempat berdiri selama 107 tahun itu berakibat pada penguasaan penuh Belanda di pulau Kalimantan.
  • Sie Kok Liong adalah pemilik rumah di jalan Jalan Kramat nomor 106 yang digunakan sebagai lokasi Kongres Pemuda II yang akhirnya menghasilkan 'Sumpah Pemuda' sebagai momen awal terbentuknya Indonesia.
  • Perwakilan pemuda Tionghoa ikut menghadiri dan mengucapkan 'Sumpah Pemuda', yakni Kwee Thiam Hong, Ong Kay Sing, Liauw Tjoan Hok dan Tjio Djin Kwie.
  • Selain 4 perwakilan pemuda Tionghoa tersebut, 'Sumpah Pemuda' juga diikuti oleh pemuda Tionghoa lain bernama Johan Muhammad Tjia yang mewakili Jong Islamieten Bond.
  • Lagu "Indonesia Raya" yang digubah oleh W.R. Supratman, pertama kali dipublikasikan oleh Koran Sin Po milik komunitas Tionghoa.
  • Bung Hatta dibuang Belanda ke Boven Digoel bersama pejuang lain bernama Lie Tiong Pik, Tjan Tok Giap dan Tjan Tok Gwan.
  • Lie Eng Hok diangkat Pahlawan Perintis Kemerdekaan RI pada SK Menteri Sosial RI No. Pol. 111 PK tertanggal 22 Januari 1959. Beliau adalah wartawan pemberani yang konsisten perjuangkan kemerdekaan Indonesia hingga sempat dibuang Belanda ke Boven Digoel.
  • Diantara perumus Rancangan UUD 1945 di BPUPKI ada nama Liem Koen Hian, Oey Tiang Tjoei, Oei Tjong Hauw dan MR Tan Eng Hoa.
  • Di Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) terdapat nama Drs. Yap Tjwan Bing.
  • Di rumah Djiaw Kie Siong di Rengasdengklok naskah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia dipersiapkan dan ditulis.

Sayang sekali kalau bangsa yang dibangun lewat perjuangan para pahlawan terus lupa dengan jasa pahlawannya sendiri, terlebih moto bangsa ini adalah Bhinneka Tunggal Ika. Negara Kesatuan Republik Indonesia bisa ada karena ada semangat persatuan, bukan semangat sukuisme. Sumpah Pemuda dan Proklamasi 17 Agustus adalah semangat bahwa kita sama-sama memiliki Indonesia, kita semua sama-sama pribumi negeri ini.

Baca juga:



Enter your email address below:

Comments